Pengamat Ekonomi Soroti Tantangan Substansial di Balik Predikat WTP ke-14 Pemprov NTB

Purnawarman
Pengamat Ekonomi Soroti Tantangan Substansial di Balik Predikat WTP ke-14 Pemprov NTB. dok.Pribadi

LOMBOK, iNewsLombok.id - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) kembali mencatat prestasi dengan meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) ke-14 secara berturut-turut dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2024.

Meski layak diapresiasi, sejumlah pengamat ekonomi mengingatkan bahwa opini WTP bukanlah jaminan atas kualitas pengelolaan anggaran daerah secara substansial.

Salah satu pengamat, Edo Segara Gustanto dari Pusat Kajian dan Analisis Ekonomi Nusantara (PKAEN), menilai bahwa capaian tersebut positif dari aspek pelaporan, tetapi belum menyentuh akar persoalan fiskal NTB.

“Beberapa catatan BPK seperti pengelolaan RSUD yang belum optimal, biaya pendidikan yang belum memadai, dan pelaksanaan DAK yang menyimpang dari ketentuan, menunjukkan bahwa masih ada masalah efisiensi dan efektivitas belanja daerah,” ujar Edo, Rabu (19/6/2025).

WTP NTB Dinilai Tak Mampu Tutupi Masalah Serius Belanja Modal

Menurut Edo, permasalahan pada belanja modal, seperti pembayaran ganda, kekurangan volume pekerjaan, dan kerusakan hasil pembangunan, menunjukkan bahwa program pembangunan masih belum memberikan dampak riil terhadap masyarakat.

“Belanja daerah seharusnya menjadi penggerak ekonomi lokal, bukan sekadar rutinitas administratif,” tegasnya.

Edo juga menyinggung kontraksi ekonomi NTB sebesar -1,47% pada triwulan I 2025 sebagai bukti bahwa anggaran publik belum mampu menciptakan multiplier effect yang kuat di tengah masyarakat.

Momentum WTP untuk Reformasi Tata Kelola Anggaran

Lebih lanjut, Edo menekankan bahwa opini WTP seharusnya tidak dijadikan sebagai simbol semata, tetapi dimanfaatkan sebagai momentum untuk reformasi tata kelola anggaran berbasis kinerja dan dampak.

“Pemulihan ekonomi NTB pasca kontraksi membutuhkan belanja pemerintah yang tepat sasaran, akuntabel, dan mampu mendorong efek ganda bagi masyarakat,” tambahnya.

Dalam konteks ini, keterbukaan terhadap evaluasi eksternal dan komitmen dalam menindaklanjuti temuan BPK menjadi krusial. Menurut Edo, implementasi rekomendasi harus menjadi indikator nyata atas keseriusan pemerintah dalam memperbaiki tata kelola pembangunan.

Berdasarkan dokumen LHP BPK Tahun 2024, beberapa proyek infrastruktur juga mengalami keterlambatan realisasi fisik hingga triwulan IV.

Menurut data Kemenkeu, NTB termasuk provinsi dengan serapan belanja APBD paling lambat di kawasan timur Indonesia hingga Mei 2025.

Masalah pengawasan juga diperparah dengan belum maksimalnya integrasi sistem keuangan daerah dengan SIPD Kemendagri.

Laporan Ombudsman NTB mencatat adanya keluhan masyarakat terkait pelayanan publik di sektor kesehatan dan pendidikan yang stagnan meski alokasi anggaran meningkat.

Pemerintah Provinsi NTB direncanakan akan menyusun Rencana Aksi Tindak Lanjut (RATL) temuan BPK secara lintas OPD agar tidak terjadi pengulangan kesalahan serupa pada tahun anggaran berikutnya.

Editor : Purnawarman

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network