“Tidak fair hanya karena mantan timses lalu tidak bisa ikut komisaris. Mau jadi komisaris atau apapun, boleh-boleh saja sepanjang punya kemampuan dan integritas,” kata Maman.
Ia juga mengingatkan bahwa posisi komisaris harus diisi oleh figur profesional, bukan sekadar orang dekat penguasa. Penunjukan komisaris harus memperkuat tata kelola Bank NTB Syariah agar tetap kredibel dan efisien dalam menghadapi tantangan sektor keuangan.
Desakan Tegas: Audit Kredit Macet Rp 300 Miliar di Bank NTB Syariah
Selain berbicara soal seleksi komisaris, Maman juga menyoroti kondisi kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) di Bank NTB Syariah yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah. Ia meminta adanya audit investigatif menyeluruh terhadap portofolio kredit bank milik daerah tersebut.
“Harus diaudit investigasi keuangan BUMD-BUMD, tidak hanya Bank NTB Syariah,” tegasnya.
Ia mengungkapkan, berdasarkan data yang diperolehnya, terdapat sekitar Rp 300 miliar kredit macet di Bank NTB Syariah. Beberapa perusahaan besar disebut-sebut telah menunggak pembayaran kredit yang jatuh tempo.
Daftar Perusahaan dengan Kredit Macet di Bank NTB Syariah:
PT AJR – Rp 200 miliar
PT CA – Rp 10 miliar
PT PA – Rp 7 miliar
PT LI – Rp 14 miliar
PT GNE – Rp 14 miliar
“Jangan biar uang rakyat mengalir kepada orang yang tidak bertanggung jawab. Harus segera ditindaklanjuti persoalan kredit macet ini,” tandas Maman.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTB menyatakan siap melakukan supervisi terhadap proses seleksi komisaris dan juga proses pembenahan NPL Bank NTB Syariah.
Bank NTB Syariah kini tengah dalam proses transformasi digital dan penguatan struktur risiko, termasuk membentuk unit penanganan kredit bermasalah (recovery unit).
DPRD NTB menyarankan agar Bank NTB Syariah segera melakukan restrukturisasi manajemen risiko kredit, termasuk audit eksternal terhadap perusahaan peminjam.
Lembaga pemantau keuangan daerah menyebut kondisi ini sebagai “alarm manajemen resiko” yang harus segera disikapi oleh pemerintah daerah.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait