"Soal kesenian yang menjadi materi debat semalam, menurut saya masih minim kreasi gagasan dari ketiga paslon. Masalah empiris seperti belum tumbuhnya pusat-pusat seni sastra, seni rupa, seni teater, seni musik di NTB harusnya ketiga paslon sudah punya blue print yang jelas untuk membangun kapasitas kelembagaan, Sumber daya manusia dan fasilitas yang diperlukan sebagai daya dukung industri kesenian.
Dr Alfi menyebut bahwa tiga paslon masih menjawab dan menjelaskan normatif padahal di daerah seperti Bali dan Jogja. Sektor kesenian menjadi sumber active dan passive income yang produktif mendorong peningkatan ekonomi dan pendapatan daerah. Pemeritah daerah Bali dan Jogja bisa jadi referensi serius untuk memajukan seni dan kebudayaan.
Padahal NTB memiliki tipikal daerah dengan potensi yang sama dengan Bali-Jogja. Kenapa tidak tiru dan amati mereka.
"Sehingga debat semalam (ketiga) bagi saya lebih tepatnya diskusi biasa saling konfirmasi dan validasi ide yang serupa dan mirip. Debat harusnya ada kontra ide dan gagasan yang dipertarungkan,"tegasnya.
Gagasan yang dicetuskan pun harus gagasan yang kuat,terukur dan realistis dapat dijalankan jika terpilih jadi Gubernur.
Menurutnya NTB sendiri memiliki banyak potensi kerajinan lokal seperti tenunan khas Sasambo, tas ketak, dan sepatu tenun pringgasela. Namun, tidak ada pasar bagi produk lokal karena pemerintah daerah kurang kreatif adakan even dan pameran yang menghadirkan banyak investor.
Banyak materi debat yang disusun oleh panelis yang harusnya dijawab lugas dan tuntas dengan rencana aksi konkrit kebijakan namun hanya dijawab dengan pernyataan. Seperti soal sinergisitas pemerintah pusat daerah, sebenarnya banyak soal, misalnya terkait kewenangan dalam otonomi daerah yang setengah hati diberikan pemerintah pusat.
Harusnya ketiga paslon sudah memiliiki strategi tentang bagaimana pembangunan aneka infrastruktur daerah diberikan penuh kepada gubernur bukan lagi dikendalikan pusat. Ini fakta, intervensi pemerintah pusat masih kuat padahal sudah otonomi sehingga sulit dielakan danya tumpang tindih aturan dan kewenangan.
Dr Alfi menilai Fungsi pusat harusnya optimal di pembinaan dan pengawasan. Ketiga calon harusnya sudah clear dan clean memahami soal penataan kelembagaan pusat dan daerah secara komprehensif.
"Saya juga melihat ketiga paslon lebih hati-hati, bermain aman dan kontras terlihat takut salah dalam memilih diksi terutama paslon nomor 3 yang didebat sebelumnya sempat lupa menyebut kata poverty.
Sehingga atraksi debat berjalan datar meskipun ketiga paslon terlihat relaks dan fleksibel namun, saya menilai belum maksimal menghadirkan pentas debat berkelas dengan mengorkestrasi masalah-masalah fundamental NTB lewat festival adu program, gagasan dan kebijakan. Padahal induk dari pembangunan birokrasi dan daerah ditentukan oleh perencanaan kebijakan yang berkualitas, partisipasi publik luas dan keberanian mengeksekusi kebijakan secara konkrit.
Sektor perdagangan, pertanian, peternakan dan kelautan di NTB potensinya besar namun minim industri olahan. Lalu apa peta kebijakan ketiga paslon. Publik inginnya debat yang kompleks dengan gagasan konkrit yang dipertandingkan bukan saling afirmasi gagasan yang sama.
Sehingga ketiga paslon kehilangan keunikan dan ontensitas pemikirannya. Secara objektif ketiganya sudah cukup baik menampilkan performa namun tidak dapat dipungkiri bahwa pemilih rasional di NTB menghendaki adanya gagasan lebih untuk membangun NTB yang maju.
"Debat idealnya memang ada tesis, anti tesis dan sintesis kalau tidak namanya aklamasi,"tegasnya.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait