PERSOALAN literasi dasar di berbagai daerah Indonesia sudah sedianya menjadi tanggungjawab bersama. Terlebih karena persoalan literasi ini akan menjadi hal yang serius ketika sudah berdampak buruk bagi perkembangan pendidikan daerah.
Dalam teori pendidikan, anak-anak yang memiliki keterampilan dasar literasi dan numerasi yang kuat, akan memiliki capaian pembelajaran yang lebih baik di fase-fase berikutnya. Sebaliknya, anak-anak yang lemah pondasi literasi dan numerasinya, akan kesulitan dalam mengikuti pembelajaran di tahapan berikutnya dan akhirnya, mereka akan memiliki capaian pembelajaran yang kurang baik.
Hal ini disadari betul oleh akademisi pendidikan yang juga wakil rektor Institut Agama Islam Hamzanwadi Pancor – Lombok Timur, Heri Hadi Saputra, M.Pd.
Dia juga menyadari betul bahwa Provinsi NTB, khususnya di Kabupaten Lombok Timur, persoalan literasi dasar masih membutuhkan perhatian ekstra dari semua pihak. Sebab berdasarkan data dan kajian yang ada, siswa-siswa di daerah ini masih tergolong rendah dalam hal keterampilan literasi dasar.
Menurutnya, ada beberapa persoalan yang menjadi penyebab literasi dasar di Lombok Timur masih minim yakni, pertama guru-guru memberikan pelajaran literasi kepada murid itu masih dengan metode klasik, seperti dengan memberikan pembelajaran yang sama kepada murid padahal tingkat pengetahuan literasi murid dalam satu kelas itu berbeda-beda.
Kedua, guru-guru belum memiliki kemampuan yang cukup mengenai metode pengajaran dan kebanyakan dengan metode eja saja. Kemudian yang ketiga, lanjut Heri, guru-guru kita kekurangan media pembelajaran yang sebenarnya akan mendukung mereka dalam pembelajaran di kelas.
“Ini merupakan masalah-masalah dasar yang terjadi pada guru. Artinya guru-guru kita belum mendapatkan pendekatan yang tepat dalam memberikan pembelajaran literasi pada siswa/I kita di madrasah atau sekolah,” ujar Heri yang juga Ketum Ikatan Sarjana NWDI itu.
Dalam hal kerajinan, lanjutnya, guru-guru memiliki dedikasi yang tinggi karena tingkat kerajinan masuknya tinggi. Namun pola pikir guru belum terbuka, jadi banyak guru-guru yang bertemu dengan murid yang beda maka itu akan menyulitkan guru untuk mentransfer ilmu ke muridnya.
Adapun, sambungnya, kemampuan guru harus dikembangkan sesuai dengan dunia pembelajaran yang harus relevan dengan materi yang semakin berkembang.
Sehingga guru dapat mengajarakan siswa dengan cara yang terbaik. Untuk itulah perlu adanya peningkatan kapasitas untuk merubah pola fikir dari fix mindset menjadi growth maindset.
Berbagai persoalan terkait literasi dasar di Lombok Timur ini kemudian mendorong IAIH Pancor untuk turut terlibat.
Tahun 2021 lalu, IAIH Pancor telah berkolaborasi dengan Kemenag dan INOVASI menjalankan program MAULANA atau Madrasah Unggul Anak Hebat yang fokus kegiatan memberikan pendampingan terhadap guru untuk meningkatkan literasi kepada siswa dengan pendekatan yang lebih efektifdan relevan sehingga kapasitas literasi siswa bisa meningkat.
“Dalam konteks ini, IAIH mengambil beberapa peran yakni IAIH menyiapkan SDM dengan merekrut dosen-dosen untuk melakukan pendampingan terhadap guru seperti asesemen, penerapan pembelajaran yang sesuai level kemampuan anak, pendampingan riset isu literasi dasar yang inklusif yang bertujuan untuk menganalisa persoalan kemudian menyelesaikan persoalan tersebut,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan, IAIH Pancor berkolaborasi dengan Kemenag dan Pemda Lombok Timur beberapa program yang sebelumnya telah terlaksana sampai dengan saat ini yakni melakukan pendampingan terhadap 40 yang tersebar di wilayah Lombok Timur.
Pendampingan yang dilakukan ini adalah pembelajaran literasi dasar yang inklusif dengan pendekatan pembelajaran berdiferensiasi.
Dalam pendekatan ini, siswa-siswa diukur tingkat keterampian literasinya dan kemudian di kelompok berdasarkan level tertentu. Setiap kelompok kemudian mendapat pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya.
“Sistem pengelompokannya yaitu tiga kelas, jadi walaupun kelasnya berbeda namun disatukan atau digabungkan ke dalam tiga kelompok pembelajaran tersebut,” ulas Heri.
Setelah jalannya program ini, sambungnya, IAIH Pancor bersama dengan Kemenag Lotim kemudian mendorong pendekatan ini pada lebih banyak madrasah lainnya.
“Pendekatan pembelajaran ini telah telah dilakukan diseluruh kecamatan di Lombok Timur yang berjumlah 21 kecamatan, dan alhamdulillah hasilnya baik dan sangat diapresiasi," terangnya.
Guru-guru yang mengikuti program ini juga secara khusus mendapat pembekalan untuk mengidentifikasi anak-anak yang mengalami kesulitan dalam belajar.
Menurut Heri, banyak sekali ditemukan anak-anak yang mengalami kesulitan fungsional dan itu harus diberikan penanganan yang tepat kepada guru supaya bisa melakukan asesemen pembelajaran yang tepat terhadap anak-anak yang mengalami kesulitan fungsional.
"Mesikpun kesulitan fungsional itu boleh dilakukan oleh ahli, akan tetapi setidak-tidaknya pembekalan yang dilakukan oleh IAIH dapat memberikan pengentahuan dasar bagi guru-guru untuk sedianya melakukan asesmen terhadap sisswa berdasarkan gejala-gejala siswa sehingga guru bisa menerapkan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa,” tuturnya.
Heri mengungkapkan, program dan pendekatan yang telah dijalankan berdampak positif pada capaian literasi siswa. Data pengukuran kemampuan menujukkna bahwa tingkat kemampuan literasi dasar siswa itu sudah meningkat dibandingkan dengan sebelumnya.
“Ada peningkatan hingga sekitar 83% hanya dalam waktu enam bulan. Selain itu anak-anak yang mengalami kesulitan fungsional sudah mulai mengalami peningkatan emosional dan peningkatan intelektual,” ungkapnya.
Bahkan banyak kasus-kasus menarik yang ditemui pada saat jalannya program ini, seperti anak-anak yang tidak pernah berbicara kemudian menjadi bisa berbicara dengan ceria.
Program ini kemudian berkembang lebih luas. Bukan hanya berkolaborasi dengan Kemenag saja, namun juga didukung oleh Dikbud Lombok Timur dan Bappeda Kabupaten Lombok Timur serta sejumlah lembaga lainnya. Melihat hasil bagus dari penerapan pendekatan ini di madrasah, Dinas pendidikan setempat kemudian turut mereplikasi pendekatan ini ke sekolah-sekolah dasar.
Oleh Heri, pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan level ini juga didorong masuk menjadi bagian dari mata kuliah di kampus yang dipimpinnya.
Dia berharap, mahasiswa-mahasiswa calon guru yang lulus dari IAIH Pancor akan memiliki keterampilan dalam menerapkan pendekatan ini. Secara prinsip, para mahasiswa itu akan memiliki pemahaman yang kuat bahwa ada keberagaman kemampuan siswa di dalam kelas, jadi tidak boleh menggunakan pembelajaran yang sama untuk semua.
“Harapannya alumni IAIH pancor bisa memiliki kesadaran tentang bahwa potensi siswa itu berbeda, sehingga bisa menerapkan pembelajaran yang individual secara tepat. Dan dapat mengajar literasi dasar dengan cara dan metode yang tepat dan inovatif, dengan menciptakan nuansa pembelajaran yang ceria,” Sebut Heri.
IAIH Pancor saat ini tengah mengujicobakan matakuliah Literasi MAULANA yang di berisi pengajaran literasi dasar yang inklusif.
“Hal ini dulunya tidak pernah ada, namun berdasarkan hasil-hasil penemuan dari dosen maka diterbitkan mata kuliah ini dengan nama Literasi MAULANA yang berbobot 3 SKS dengan rincian 40% itu teori dan 60% praktik untuk mahasiswa nantinya mengajarkan literasi,” detailnya.
Dua tahun terlibat dalam upaya besar mengangkat kemampuan literasi anak-anak di Lombok Timur, ada banyak pelajaran berharga yang didapatkan oleh Heri. Dia melihat, persoalan literasi ini ternyata begitu kompleks sehingga membutuhkan kerja kolektif dari banyak dari komponen untuk bisa mengatasinya.
“Tidak bisa juga hanya diselesaikan oleh guru pihak Kemenag atau kampus saja. Jadi semakin banyak yang terlibat, maka hasilnya akan semakin bagus. Untuk membuat hasil yang bagus itu, perlu adanya pengarustamaan,” kata Heri.
Kemudian, sebelum memperkenalkan pendekatan baru, dia melihat pentingnya untuk membangun kesadaran akan perlunya melakukan hal yang berbeda untuk mendapatkan hasil yang berbeda.
Para aktor lapangan di sektor pendidikan mesti memiliki pemahaman yang berkembang terlebih dahulu sehingga mereka mau untuk mendorong perubahan. Sebab menurut Heri, mustahil untuk bergerak maju jika kita masih betah untuk berada di tempat.
Heri Hadi Saputra, M.Pd.
Wakil Rektor Institut Agama Islam Hamzanwadi Pancor – Lombok Timur
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta
Artikel Terkait