KPK Ungkap Dugaan Penyalahgunaan Kuota Petugas Haji, Asosiasi Travel Diperiksa
JAKARTA, iNewsLombok.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan penyalahgunaan kuota petugas haji dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025. Temuan tersebut muncul setelah tim penyidik memeriksa sejumlah saksi dari asosiasi penyelenggara perjalanan haji dan umrah pada Rabu (1/10/2025).
"Dalam pemeriksaan ini, KPK juga menemukan adanya kuota petugas haji yang diduga turut disalahgunakan," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (2/10/2025).
Dalam agenda pemeriksaan, KPK memanggil tujuh orang saksi dari berbagai asosiasi dan biro perjalanan haji:
Firman M. Nur – Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri)
M. Firman Taufik – Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh)
Syam Resfiadi – Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (Sapuhi)
H. Amaluddin – Komisaris PT Ebad Al Rahman Wisata dan Direktur PT Diva Mabruro
Luthfi Abdul Jabbar – Sekretaris Jenderal Mutiara Haji
Namun, dua saksi yang dijadwalkan tidak hadir, yaitu:
Asrul Azis Taba – Ketua Umum Kesatuan Travel Haji Umrah Indonesia (Kesthuri)
Muhammad Farid Aljawi – Ketua Harian Asosiasi Kebersamaan Pengusaha Travel Haji dan Umrah (Bersathu)
Selain menelusuri dugaan penyalahgunaan kuota petugas haji, penyidik juga menggali informasi terkait tata kelola pembayaran haji khusus.
"Para saksi didalami terkait mekanisme pembayaran dalam penyelenggaraan haji khusus oleh PIHK-PIHK melalui user yang dipegang oleh Asosiasi," jelas Budi.
Menurut KPK, kuota petugas haji seharusnya diprioritaskan untuk mendukung kelancaran ibadah jamaah, bukan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Budi menegaskan, pihak-pihak terkait kasus ini diharapkan kooperatif. Jika tidak, KPK memiliki wewenang untuk mengambil langkah hukum yang lebih tegas.
"Mengingat KPK punya kewenangan untuk melakukan upaya paksa pada tahap penyidikan, seperti tindakan pencegahan ke luar negeri kepada pihak-pihak yang keberadaannya dibutuhkan untuk tetap di Indonesia, guna memberikan keterangan-keterangan yang dibutuhkan oleh penyidik," tegasnya.
Kasus penyalahgunaan kuota haji bukanlah isu baru di Indonesia. Sebelumnya, beberapa kasus serupa terungkap pada 2010 dan 2017, di mana kuota digunakan oleh pihak-pihak yang tidak berhak.
Sistem PIHK (Penyelenggara Ibadah Haji Khusus) sebenarnya diatur ketat oleh Kementerian Agama untuk mencegah praktik penyalahgunaan. Namun, temuan KPK menandakan masih ada celah dalam pengawasan.
Jika terbukti ada pelanggaran, kasus ini bisa berimplikasi pada revisi regulasi penyelenggaraan haji di masa depan, termasuk kemungkinan digitalisasi penuh sistem pendaftaran dan pengawasan kuota.
Editor : Purnawarman