Evakuasi Pendaki Brasil Meninggal Kecelakaan di Rinjani Tuai Sorotan, Ini Tanggapan Anggota DPR RI

LOMBOK, iNewsLombok.id - Anggota Komisi V DPR RI Mori Hanafi mendesak pemerintah pusat melalui Badan SAR Nasional (Basarnas) untuk segera melengkapi peralatan penyelamatan berstandar internasional di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Desakan ini muncul menyusul insiden tragis jatuhnya pendaki warga negara Brasil di kawasan Gunung Rinjani, Lombok Timur.
"Saya sudah telepon Sestama Basarnas meminta untuk NTB dipenuhi, harus ada peralatan penyelamatan yang berstandar. Kenapa ini penting, supaya kejadian seperti di Rinjani ini tidak terulang," kata Mori di Mataram, Rabu (25/6/2025).
Mori mengapresiasi kinerja maksimal tim SAR gabungan dalam proses evakuasi, namun ia menilai dukungan peralatan canggih dan SDM penyelamatan masih sangat dibutuhkan di NTB yang memiliki banyak medan ekstrem seperti gunung, laut, dan tebing.
"Apa yang terjadi di Rinjani harus menjadi pembelajaran. Karena kejadian seperti ini tidak mungkin tidak terulang lagi. Untuk itu, kita butuh peralatan dan SDM yang bagus. Apakah itu tali, SDM, drone canggih dan lain-lainnya bisa dipenuhi," ujarnya.
Mori juga menanggapi soal usulan penempatan helikopter SAR di NTB. Menurutnya, hal itu memungkinkan, namun harus dipikirkan dengan matang karena menyangkut anggaran operasional, perawatan, dan SDM pilot.
"Untuk helikopter ini bisa saja tapi kendalanya di perawatan, belum SDM (pilot) itu harus tinggal disini, belum basecamp-nya, belum tempat tinggal pilotnya, ini biayanya cukup besar," jelas anggota DPR RI dari Dapil NTB 1 Pulau Sumbawa itu.
Mori turut menyampaikan belasungkawa mendalam atas meninggalnya pendaki asal Brasil berinisial JDSP (27) yang jatuh ke jurang sedalam 600 meter di kawasan Rinjani.
"Tentu kami merasa prihatin dan sangat berduka atas peristiwa ini. Semoga, peristiwa ini tidak terjadi lagi di masa mendatang," ungkapnya.
Korban JDSP ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa oleh personel Kantor SAR Mataram pada Selasa (24/6/2025) pukul 18.00 WITA. Jenazah ditemukan di kedalaman sekitar 600 meter dari titik terakhir terlihat (Last Known Position/LKP).
"Setelah pemeriksaan awal, tidak ditemukan tanda-tanda kehidupan pada korban," jelas Kepala Kantor SAR Mataram, Muhamad Hariyadi.
Evakuasi jenazah dilakukan dengan metode flying camp. Tiga personel berada di anchor point kedua pada kedalaman 400 meter, sementara empat lainnya berada di lokasi korban. Proses lifting dilakukan ke atas pada Rabu pagi (25/6), sebelum dibawa dengan tandu ke Posko Sembalun.
Dari sana, jenazah kemudian diterbangkan menggunakan helikopter menuju RS Bhayangkara Polda NTB untuk penanganan selanjutnya.
NTB merupakan wilayah dengan geografis kompleks: terdapat 2 gunung aktif (Rinjani dan Tambora), kawasan pesisir panjang, serta jalur wisata alam yang padat.
Minimnya sarana evakuasi modern seperti helikopter penyelamat, rescue drone thermal, dan alat panjat evakuasi vertikal kerap menjadi tantangan besar, terlebih saat cuaca buruk.
Selain itu, berdasarkan data Basarnas, NTB termasuk wilayah dengan frekuensi evakuasi tertinggi di Kawasan Timur Indonesia karena meningkatnya aktivitas wisatawan mancanegara dan domestik pasca-pandemi.
Editor : Purnawarman