DPRD NTB Desak Audit Investigatif Utang RSUP Rp247,97 Miliar, Lalu Iqbal: Inspektorat Sudah Bergerak

“Kita ingin tahu, utang ini untuk apa? Apakah benar untuk kebutuhan rumah sakit, atau ada kebocoran dalam retribusi? Kalau untuk obat-obatan, seharusnya sudah ada anggaran tersendiri dari BPJS,” tambahnya.
Ia juga meminta agar dilakukan rasionalisasi belanja yang tidak sesuai kapasitas anggaran dan mendesak Pemprov NTB untuk meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip tata kelola keuangan yang baik (good governance).
Selain persoalan RSUP, Aminurlah turut menyoroti pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik 2024 di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB.
Ia menyebut, terdapat sejumlah proyek pembangunan infrastruktur pendidikan yang molor dan belum selesai tepat waktu, termasuk di wilayah Bima.
“Langkah konkret belum terlihat. Ini harus diusut, di mana masalahnya dan apa kendalanya. Jangan sampai siswa dirugikan karena proyek lamban,” jelasnya.
Ia mendorong agar kelebihan pembayaran, kekurangan volume, dan progres pembangunan yang tidak sesuai dapat segera ditindaklanjuti dan diselesaikan.
“Ke depan, dalam mengelola pendidikan, profesionalitas harus dikedepankan. Jangan ada lagi pembiaran terhadap pelanggaran atau ketidaksesuaian aturan,” tegas Aminurlah.
Menanggapi desakan tersebut, Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal menyampaikan bahwa pihaknya telah menugaskan Inspektorat Provinsi untuk menindaklanjuti temuan BPK dan melakukan koordinasi intensif.
"Tindak lanjuti BPK saya minta Inspektorat rekomendasi BPK segera. Catatan utang RSUD, itu kita bahas kita tindak lanjuti. Kita minta semua saling berkoordinasi, Bu Wakil Gubernur akan mengkoordinasikan ke depan untuk penyelesaian," ungkap Iqbal usai memimpin Rapat Pimpinan (Rapim) bersama seluruh OPD, Jumat malam (20/6/2025) di Kantor Gubernur NTB.
Dari penelusuran sebelumnya, sebagian utang RSUP NTB mencakup pengadaan alat kesehatan, jasa layanan, dan operasional rutin yang belum terbayar sejak 2022. Sementara itu, insentif nakes di RSUP juga dilaporkan mengalami keterlambatan hingga dua bulan.
Editor : Purnawarman