Haji: Antara Ikhtiar Manusia dan Ujian Kesabaran Ilahi

Tahun 2024: Belajar dari pengalaman Muzdalifah, pemerintah Indonesia memperkenalkan program Murur untuk jemaah lansia, memungkinkan mereka melewati Muzdalifah tanpa berhenti. Sebuah langkah preventif yang berhasil! Namun, ujian berpindah ke Mina.
Penambahan kuota haji yang signifikan dan membludaknya jemaah dengan visa ziarah mengakibatkan overload tenda. Jemaah harus berbagi ruang, bahkan tidak sedikit yang tak memiliki tempat sama sekali, berujung pada tragedi meninggalnya beberapa jemaah di jalanan Mina.
Kesabaran jemaah kembali diuji untuk beradaptasi dengan kondisi yang sangat padat dan serba terbatas.
Tahun 2025: Pemerintah Indonesia kembali berinovasi dengan menggandeng delapan syarikah (penyedia layanan) untuk mengelola pelayanan di Mina, dengan harapan memaksimalkan kenyamanan jemaah.
Ironisnya, solusi ini justru menciptakan problematik baru: terpisahnya rombongan. Suami-istri, bahkan anggota satu KBIH, terpencar di bawah pengelolaan syarikah yang berbeda.
Jemaah lansia terpisah dari pendampingnya, menambah daftar panjang tantangan yang harus dihadapi. Petugas haji pun harus bekerja ekstra keras untuk menyatukan kembali jemaah dan mengatasi kebingungan yang terjadi.
Ini adalah ujian kesabaran kolektif, baik bagi jemaah maupun bagi para petugas.
Dari serangkaian problematika ini, jelas sekali bahwa haji adalah ibadah yang menuntut kesabaran luar biasa. Ini bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan juga penempaan spiritual yang mendalam.
Setiap kendala, setiap ketidaknyamanan, setiap situasi di luar kendali adalah bagian dari proses menguji keikhlasan dan ketahanan jiwa.
Dalam Al-Qur'an dan Hadis, pentingnya kesabaran dalam haji telah ditegaskan:
* Surah Al-Baqarah Ayat 197:
ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَٰتٌ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِى ٱلْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ ٱللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادَ ٱلتَّقْوَىٰ ۚ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
Ayat ini secara eksplisit menjelaskan bahwa haji adalah ibadah yang menuntut pengendalian diri dan kesabaran, menghindari perbuatan yang melanggar aturan haji.
* Surah Az-Zumar Ayat 10:
إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
Ayat ini memberikan janji agung bahwa ganjaran bagi orang-orang yang bersabar adalah tanpa batas dan tak terhingga.
Oleh karena itu, Kesabaran bukanlah sekadar sikap pasrah, melainkan strategi fundamental untuk meraih kemabruran haji.
Di tengah hiruk pikuk jutaan manusia, di bawah teriknya matahari Mina, dan di tengah ketidakpastian logistik, kesabaran menjadi kompas moral yang membimbing jemaah untuk tetap fokus pada tujuan ibadah, bukan pada kekurangan duniawi.
Problematika haji dari tahun ke tahun memang menguji kesiapan infrastruktur dan manajemen, namun lebih dari itu, ia adalah "kurikulum" ilahi yang menggembleng jiwa-jiwa jemaah.
Maka, bagi siapa pun yang menunaikan haji, bekali diri bukan hanya dengan harta dan fisik yang prima, melainkan juga dengan kesabaran yang tak tergoyahkan.
Sebab, pada akhirnya, kesabaran itulah yang akan mengantarkan pada kesuksesan sejati dalam menunaikan rukun Islam yang kelima ini.
Editor : Purnawarman