Komisi II DPRD NTB Ungkap Masalah Jagung Murah dan Pembatasan Sapi Sumbawa Masuk Lombok Tengah

LOMBOK, iNewsLombok.id — Komisi II DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) melakukan kunjungan kerja ke Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Tengah. Rombongan yang dipimpin Ketua Komisi II, Lalu Pelita Putra, disambut langsung oleh Kepala Dinas Pertanian Lombok Tengah bersama seluruh Kepala UPT pertanian dan peternakan se-kabupaten.
Dalam kunjungan tersebut, berbagai persoalan penting terkait pertanian dan peternakan diungkapkan. Salah satu isu utama adalah larangan pengiriman ternak sapi dari Pulau Sumbawa ke Lombok Tengah, kecuali dari Kabupaten Sumbawa Barat (KSB).
“Hanya KSB yang diizinkan mengirim sapi ke Lombok Tengah karena status kesehatannya. Kabupaten/kota lain seperti Sumbawa, Dompu, dan Bima belum diperbolehkan karena perbedaan status penyakit hewan,” ujar Lalu Pelita.
Namun, ia menegaskan bahwa sebenarnya kabupaten/kota di Pulau Lombok bisa saja menerima sapi dari Sumbawa dengan syarat wajib membuat analisis risiko. Sayangnya, hal ini belum dilakukan karena risiko menjadi tanggung jawab daerah pengimpor.
Harga Jagung Anjlok, Petani Merugi
Masalah lain yang menjadi sorotan serius adalah anjloknya harga jagung saat panen raya yang berlangsung dari April hingga Mei. Harga jagung di tingkat petani hanya berkisar antara Rp4.200 hingga Rp4.300 per kilogram, jauh di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
“Lebih parah lagi, Bulog belum melakukan pembelian jagung dengan alasan gudang penuh. Padahal janji Presiden dan Menteri Perdagangan, Bulog akan menyerap hasil panen petani,” kata Pelita.
Ia menyampaikan keluhan para petani yang merasa dirugikan karena harga pasar sangat rendah dan biaya produksi sangat tinggi.
“Kalau pemerintah tak bisa bantu petani, lebih baik beri himbauan agar mereka tak menanam jagung. Jangan beri harapan palsu,” tegasnya.
Kebutuhan Alat Panen Mendesak
Pelita juga menyinggung kekurangan tenaga kerja saat panen raya dan mendesak pemerintah untuk segera menambah alat mesin pertanian (alsintan) seperti combine harvester.
“NTB ini Lumbung Pangan Nasional, tapi masih kekurangan alsintan. Panen tidak bisa maksimal jika terus mengandalkan tenaga manual,” ujarnya.
Editor : Purnawarman