Mahasiswi di Mataram Lakukan Aborsi di Kos, Polisi Amankan 3 Pelaku

LOMBOK, iNewsLombok.id – Satuan Reserse Polresta Mataram berhasil mengamankan tiga pelaku aborsi yang diduga melakukan praktik ilegal di sebuah kamar kos di wilayah Ampenan, Kota Mataram.
Penangkapan ini dilakukan setelah pihak kepolisian menerima laporan dari Rumah Sakit Kota Mataram terkait dugaan aborsi yang dilakukan pasangan sejoli tersebut.
Kasubnit PPA II Idik IV, Iptu Putu Yulianingsih, mengungkapkan bahwa ketiga pelaku yang ditangkap adalah seorang mahasiswi berinisial DR (19), pasangannya FT (24), serta DI (20), yang berperan sebagai penjual obat aborsi.
“Kami mengamankan tiga orang, yakni dua sejoli yang melakukan aborsi dan satu orang yang menjual obat,” ujar Yulianingsih, Senin (17/3/2025).
Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa DR dan FT telah menjalin hubungan sejak dua tahun lalu. Pada September 2024, mereka melakukan hubungan suami istri, dan sebulan kemudian, DR mengetahui dirinya hamil setelah melakukan tes kehamilan.
Setelah berdiskusi, pasangan tersebut akhirnya memutuskan untuk menggugurkan kandungan pada Januari 2025. FT kemudian membeli obat aborsi dari DI sebanyak dua kali, dengan harga Rp530 ribu dan Rp800 ribu untuk dua butir obat.
"Obat pertama yang dikonsumsi tidak memberikan efek apa pun, namun setelah membeli obat kedua dan mengonsumsinya pada 12 Maret, akhirnya bayi tersebut keluar," jelas Yulianingsih.
Saat bayi lahir, kondisinya masih hidup. Kedua pelaku kemudian membawa bayi tersebut ke Puskesmas Ampenan sebelum akhirnya dirujuk ke RS Kota Mataram. Namun, pihak rumah sakit menyatakan bayi tersebut meninggal dunia.
"Setelah menerima laporan dari rumah sakit, kami langsung bergerak dan mengamankan para pelaku," imbuhnya.
Sementara itu, DI yang menjadi pemasok obat aborsi mengaku mendapat obat tersebut dari kenalan kakaknya yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan.
"Saat ini, kami masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait asal-usul obat tersebut," tegas Yulianingsih.
Atas perbuatannya, ketiga pelaku dijerat dengan Pasal 77A ayat (1) junto Pasal 45A Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Mereka terancam hukuman penjara maksimal 10 tahun.
"Saat ini, ketiga pelaku sudah ditahan dan akan menjalani pemeriksaan lebih lanjut," pungkasnya.
Editor : Purnawarman