DPRD NTB Usulkan 16 Blok Wilayah Pertambangan Rakyat Dikelola dengan Skema Koperasi

LOMBOK, iNewsLombok.id – Ketua Komisi IV DPRD NTB, Hamdan Kasim, menegaskan bahwa pengelolaan 16 blok Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang telah disetujui pemerintah di Nusa Tenggara Barat (NTB) diusulkan menggunakan skema koperasi.
Menurut Hamdan, dari 30 blok yang diajukan di Sekotong, hanya 5 blok yang disetujui. Dari total 16 blok WPR yang mendapatkan izin resmi berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) No. 89 Tahun 2022, pembagian wilayahnya adalah 5 blok di Sekotong, 3 blok di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), 3 blok Sumbawa, serta sisanya tersebar di 5 blok Bima dan Dompu.
"Kita mendorong Dinas ESDM segera menyelesaikan dokumen pascatambang dan reklamasi sebagai syarat penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR)," ujar Hamdan, Rabu (19/2/2025).
Ia menekankan bahwa setelah IPR keluar, perlu ditentukan model pengelolaannya, apakah dikelola oleh perusahaan swasta, perusahaan daerah, atau koperasi.
"Saya setuju dengan skema koperasi, sehingga masyarakat bisa menjadi anggota dan menikmati langsung hasil tambang," tegasnya.
Hamdan juga menyoroti pentingnya komunikasi politik dengan pemerintah pusat untuk segera menerbitkan izin bagi blok-blok yang masih tertunda. Ia meyakini bahwa jika 16 blok ini dikelola dengan baik, potensi dividen yang dihasilkan bisa melebihi pendapatan dari Amman Mineral, mencapai Rp280 miliar.
Selain itu, ia juga menegaskan bahwa pertambangan ilegal harus ditindak tegas oleh pihak berwajib, agar hak rakyat dapat dikembalikan sepenuhnya melalui sistem yang legal dan transparan.
"Kami akan mendorong revisi Perda untuk memperkuat regulasi pertambangan rakyat di NTB," pungkasnya.
Editor : Purnawarman