Riset Sinergi Analitika Masih Temukan Kasus Perkawinan Anak di Lombok karena Pulang Larut Malam

Risiko kesehatan yang akan dialami oleh pelaku perkawinan anak juga sangat besar. Hal ini yang juga dirasakan oleh dr Baiq Latifah yang merupakan dokter di RSUD dr. Raden Soedjono Selong dan Dokter Praktek di Kelurahan Ijobalit Kecamatan Labuan Haji.
“Kehamilan di bawah 20 tahun atau di atas 35 tahun sudah termasuk kehamilan yang berisiko tinggi. Terutama yang berada di bawah usia 20 tahun. Kita khawatir mereka belum siap secara mental menjadi seorang ibu. Seringnya mereka malas untuk pemeriksaan dan banyak banget kehamilan berisiko tinggi seperti tensi tinggi dan HB rendah” kata dr. Baiq Latifah.
Lebih lanjut Jian Budiarto menyatakan bahwa masih munculnya tindak perkawinan anak mayoritas disebabkan karena adanya konflik sosial tentang persepsi pulang malam di Kabupaten Lombok Timur.
“Mayoritas anak yang dipaksa menikah berdasarkan penelitian lapangan dimulai dengan tindakan pulang malam oleh si anak. Lalu dengan alasan adat budaya bahkan tuduhan pelecehan seksual, orang tua kerap memaksa pernikahan harus dilakukan. Persepsi pulang malam oleh anak dan orang tua sangat berbeda. Anak tidak pernah mendapatkan sosialisasi baik dari orang tua, guru dan pihak lain bahwa risiko memulangkan anak larut malam adalah dinikahkan," terangnya.
Editor : Purnawarman