Namun, ia menyoroti kurangnya respons cepat terhadap keluhan orang tua pasien sebagai faktor utama kelalaian.
“Sebenarnya, itu nggak cepat terjadinya. Jadi kalau memang nakes Puskesmas Bolo itu mau dengar keluhan pasien, sangat bisa ditolong dari awal. Diduga ini kan nggak didengar. Dari awal sudah pembengkakan, sudah merah, tapi malah didorong masukin obat terus,” jelasnya.
Infus Tidak Selalu Tanpa Risiko
Menurut dr. Sita, dalam prosedur standar pemasangan infus, keluar darah dari selang justru menunjukkan bahwa infus telah masuk ke pembuluh darah secara benar.
“Makanya sebenarnya kalau memang ada keluar darah di infus itu nggak apa-apa, itu tandanya benar masuk pembuluh darah. Tapi kalau bengkak, panas, anaknya rewel terus, apalagi sampai demam nggak berhenti-henti seperti kasus di atas, berarti sudah salah tuh. Harus cari akses pembuluh darah yang lain dari awal,” tambahnya.
Amputasi Dilakukan untuk Selamatkan Nyawa
Terkait tindakan amputasi yang terpaksa dilakukan, dr. Sita menjelaskan bahwa keputusan tersebut diambil untuk mencegah infeksi menyebar dan mengancam nyawa balita.
“Terus kenapa diamputasi, karena sudah infeksi. Kalau nggak diamputasi, nyawa anaknya yang hilang,” tegasnya.
Perkembangan Penyidikan Polisi
Hingga saat ini, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan atas dugaan malapraktik yang terjadi di Puskesmas Bolo, RS Sondosia, dan RSUD Bima. Sudah 17 saksi telah diperiksa, termasuk kepala puskesmas, dokter, dan perawat dari tiga fasilitas kesehatan tersebut.
Polisi akan menyusun laporan hasil penyelidikan (LHP) sebelum memutuskan apakah kasus ini layak naik ke tahap penyidikan.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait