Kendaraan Dinas Masih Layak, DPRD NTB Pertanyakan Rencana Sewa Mobil Listrik
LOMBOK, iNewsLombok.id - Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB merencanakan penggunaan kendaraan dinas berbasis listrik mulai tahun depan. Skema yang dipilih adalah sistem sewa, dengan total anggaran mencapai Rp8 miliar yang tercantum dalam Rancangan APBD 2026 melalui Biro Umum Setda NTB.
Namun rencana tersebut mendapat sorotan tajam dari Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB. Anggota Banggar, Raden Nuna Abriadi, menilai kebijakan ini belum selaras dengan prioritas pembangunan dalam RPJMD NTB 2025–2029, yang memuat tiga fokus utama:
Pengentasan kemiskinan ekstrem menuju nol persen.
Peningkatan kemandirian dan ketahanan pangan.
Mewujudkan pariwisata NTB yang berdaya saing global.
“Makanya saya kira fokus saja pada tiga agenda prioritas ini,” tegas Nuna pada Rabu (19/11/2025).
Menurutnya, kondisi fiskal daerah sedang tertekan akibat penurunan Transfer Ke Daerah (TKD), sehingga APBD 2026 diperkirakan melemah. Dengan situasi tersebut, ia memandang penyewaan kendaraan listrik bukan kebutuhan mendesak.
“Sehingga penyewaan mobil listrik sampai Rp 8 miliar ini tidak mendesak dan belum urgen,” tambahnya.
Nuna juga menyebut kendaraan dinas yang ada saat ini masih layak digunakan. “Kondisinya masih bagus kan masih bisa digunakan. Daripada kita menganggarkan belanja untuk kebutuhan menyewa kendaraan, sementara kendaraan operasional itu masih ada,” ujarnya.
Banggar NTB menegaskan akan mempertanyakan usulan ini dalam pembahasan RAPBD 2026 karena manfaatnya bagi masyarakat belum terlihat jelas.
“Ini pasti nanti kami perdebatkan. Kemanfaatannya apa untuk rakyat dan pemerintah,” katanya.
Meski memahami pentingnya penggunaan mobil listrik demi mengurangi polusi dan mencapai target emisi nol, Nuna menekankan bahwa keadaan fiskal daerah harus menjadi pertimbangan utama.
“Kendaraan listrik ini memang menjadi cita-cita ke depan untuk mengurangi polusi. Tapi kita juga harus melihat keadaan fiskal hari ini yang belum membaik,” tutup politisi PDIP tersebut.
Anggota Banggar lain, Muhammad Aminurlah, turut menyampaikan pandangan serupa. Ia menyatakan bahwa pengadaan mobil listrik belum menjadi prioritas.
“Urusan mobil listrik itu bagus ke depannya. Tapi kebutuhan hari ini bukan itu dulu,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah harus memfokuskan anggaran pada penataan aset daerah—baik aset bergerak seperti kendaraan dinas maupun aset tidak bergerak seperti tanah dan bangunan. Ia menyoroti pentingnya inventarisasi dan pengelolaan aset secara menyeluruh.
“Ke daratan dinas kita apa sudah dilakukan inventarisasi. Jumlahnya berapa, kondisinya bagaimana saat ini,” ungkapnya.
Aminurlah menambahkan, kendaraan dinas yang sudah tidak produktif harus dilelang agar tidak terus membebani APBD dengan biaya perawatan dan BBM. “Lebih baik selesaikan dulu aset-aset tidak produktif ini,” katanya.
Hal serupa berlaku untuk aset berupa tanah dan bangunan yang saat ini banyak tidak termanfaatkan. Salah satu contoh besar adalah aset eks PT Gili Trawangan Indah (GTI) di Gili Trawangan seluas 65 hektare.
“Potensi aset kita ini besar sekali jika dimanfaatkan. Maka ini harus dioptimalkan,” tegasnya.
Ia juga mendorong perbaikan tata kelola kawasan Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air (Gili Tramena), yang dinilai memiliki prospek ekonomi besar namun kontribusinya terhadap PAD belum maksimal.
KPK sebelumnya menghitung potensi kerugian PAD dari pengelolaan tiga gili tersebut mencapai Rp 3 triliun.
NTB sebelumnya pernah mencanangkan program NTB Green Province, yang mendorong penggunaan energi bersih termasuk transportasi ramah lingkungan.
Hingga 2025, jumlah kendaraan listrik di NTB masih sangat kecil dan infrastruktur charging station baru tersedia di beberapa titik perkotaan.
Skema sewa mobil listrik biasanya digunakan daerah untuk menghindari biaya perawatan jangka panjang, namun opsi ini menjadi kontroversi ketika kondisi fiskal menurun.
Beberapa provinsi seperti DKI Jakarta dan Bali telah lebih dulu menggunakan kendaraan listrik untuk dinas operasional, namun dengan kondisi keuangan yang lebih kuat.
Optimalisasi aset daerah menjadi salah satu indikator penilaian KPK RI melalui MCP (Monitoring Center for Prevention), sehingga NTB didorong memperbaiki manajemen aset sebelum melakukan belanja besar lainnya.
Editor : Purnawarman