Proyek Rp22 Triliun Tol Lembar-Kayangan Dinilai Tak Realistis, DPR: Sebatas Khayalan
LOMBOK, iNewsLombok.id - Rencana pembangunan jalan tol Lembar–Kayangan (port to port) dinilai belum realistis untuk diwujudkan dalam waktu dekat.
Anggota Komisi V DPR RI Dapil NTB I, Mori Hanafi, menyebut proyek senilai lebih dari Rp22 triliun itu masih sebatas “khayalan” dibanding kebutuhan nyata masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB) saat ini.
Menurut Mori, konsep pembangunan infrastruktur seharusnya berorientasi pada efisiensi dan kemampuan keuangan negara, baik APBN maupun APBD daerah.
“Kalau jalur port to port dibangun baru sepenuhnya sepanjang 80 kilometer, itu terlalu berat bagi APBN, apalagi bagi APBD kita. Makanya kami usulkan agar memanfaatkan jalur yang sudah ada dari patung sapi di Gerung ke arah bandara, lalu menyambung ke jalan lama. Tambahannya hanya beberapa kilometer,”ujar Mori Hanafi, politikus Partai NasDem, usai rapat dengan Kepala Dinas PUPR NTB, Sadimin, serta sejumlah kepala balai di Mataram, Senin (6/10/2025).
Dengan memanfaatkan jalur eksisting (jalan lama), kebutuhan biaya pembangunan dapat ditekan hanya sekitar Rp3,5 triliun, jauh lebih hemat dibanding membangun jalur tol baru yang bisa mencapai Rp22 triliun.
“Pendekatan ini jauh lebih rasional dan cepat dirasakan manfaatnya. Selain bisa mengurai kemacetan menuju Pelabuhan Kayangan, jalur ini juga akan membuka akses ekonomi baru ke Lombok Timur,” jelasnya.
Mori juga mengungkapkan bahwa pembangunan jalan tol belum memenuhi syarat kelayakan secara teknis.
“Kalau tol, memang belum waktunya. Dulu syaratnya volume capacity ratio (VCR) minimal 7,6, sementara jalan kita sekarang baru 4,9. Masih di bawah standar,” katanya.
Meski demikian, proyek tol tetap tercantum dalam Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional (RUJJN) 2025–2035, namun sementara waktu fokus diarahkan pada jalur bypass Gerung–Bandara Lombok.
Mori menjelaskan bahwa anggaran feasibility study (FS) yang semula dialokasikan untuk tol kini dialihkan ke proyek bypass tersebut.
“Tahun ini targetnya selesai FS dan AMDAL, tahun depan masuk tahap DED dan pembebasan lahan. Mudah-mudahan tahun 2029 sudah mulai konstruksi fisik,” terangnya.
Ia menegaskan bahwa rencana tol bukan mustahil, tetapi perlu waktu dan kesiapan ekonomi.
“Kalau nanti lalu lintas sudah padat dan memenuhi syarat, baru kita pikirkan tol. Sekarang kita fokus pada yang bisa dikerjakan dan berdampak langsung,” tandas Mori.
Kepala Dinas PUPR NTB, Sadimin, menyambut baik gagasan Mori. Menurutnya, pemanfaatan jalur eksisting akan menekan beban fiskal daerah.
“Kalau kita bangun jalan baru seluruhnya, bebannya terlalu besar. Dengan memanfaatkan jalur eksisting, kita bisa menekan biaya dan mempercepat pelaksanaan,” ujarnya.
Sadimin menyebutkan bahwa studi kelayakan dan AMDAL proyek bypass sedang berjalan.
“Akhir tahun ini FS dan tender dimulai, AMDAL masih proses. Untuk tahap awal ada pelebaran sepanjang 15 kilometer,” jelasnya.
Ia berharap kolaborasi antara pemerintah daerah, DPR RI, dan pusat tetap solid.
“Kalau semuanya bergerak searah, Insya Allah tahun 2029 kita bisa mulai konstruksi fisiknya. Targetnya bukan sekadar rencana di atas kertas, tapi benar-benar terwujud di lapangan,” pungkasnya.
Proyek bypass Gerung–Bandara–Kayangan disebut menjadi prioritas strategis nasional (PSN) tahap lanjutan di NTB.
Akses ini diharapkan mempercepat arus logistik ke Pelabuhan Kayangan yang menjadi pintu utama distribusi barang ke Pulau Sumbawa.
Pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR tengah mendorong skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) agar pembiayaan infrastruktur tidak hanya bergantung pada APBN.
Beberapa investor asal Jepang dan Korea disebut tertarik berpartisipasi dalam pengembangan jaringan jalan di kawasan timur Indonesia, termasuk Lombok.
Editor : Purnawarman