Pencabutan Gugatan Jokowi di PN Jakpus Bikin Publik Curiga Ada Deal Politik
JAKARTA, iNewsLombok.id – Politisi senior PDI Perjuangan Beathor Suryadi mengungkapkan bahwa Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) turut menjadi salah satu pihak yang digugat dalam perkara perdata bernomor 456/2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Gugatan tersebut diajukan oleh mantan Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Paiman Raharjo, dengan kuasa hukum Farhat Abbas.
Dalam gugatan itu, terdapat tujuh pihak yang ikut digugat, yakni: Universitas Gadjah Mada (UGM), Bareskrim Polri, Yayasan Universitas Moestopo, Eggy Sudjana, Roy Suryo, Beathor Suryadi, serta Jokowi.
“Ternyata secara diam-diam Farhat dan Paiman juga menghajar Joko Widodo dalam sidang perdata ini. Mungkin mereka punya data untuk menuntut Jokowi,” ujar Beathor kepada wartawan, Kamis (11/9/2025).
Beathor menjelaskan, dalam tujuh kali persidangan, kuasa hukum Jokowi yang dipimpin Yakup Hasibuan tidak pernah hadir maupun memberikan pernyataan resmi. Kondisi itu menimbulkan spekulasi di publik: apakah surat panggilan pengadilan tidak sampai atau memang ada indikasi pembangkangan hukum.
Namun, yang mengejutkan, gugatan tersebut tiba-tiba dicabut. Publik pun bertanya-tanya mengenai alasan pencabutan yang dianggap misterius.
Menurut Beathor, terdapat dua dugaan penyebab pencabutan gugatan. Pertama, adanya kekhawatiran rekam jejak pendidikan dan karir Paiman yang pernah menjadi Komisaris di PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dengan ijazah Sastra UI akan dibongkar di ruang sidang.
Kedua, isu yang berkembang menyebutkan gugatan tersebut hanyalah manuver politik untuk mencari keuntungan, baik berupa kompensasi uang maupun posisi tertentu dari Jokowi.
“Melalui perkara perdata 456 ini, Farhat Abbas seolah memanfaatkan Paiman untuk memperoleh keuntungan pribadi. Entah ada setan apa di kepala Farhat Abbas sampai memasukkan nama Jokowi sebagai tergugat ke-4 dari 7 tergugat yang diajukan,” ucap Beathor.
Kasus Perdata 456 PN Jakpus menjadi sorotan karena melibatkan figur besar, termasuk presiden yang masih menjabat.
Farhat Abbas, yang dikenal sebagai pengacara kontroversial, sering dikaitkan dengan gugatan-gugatan sensasional di pengadilan.
Publik menilai pencabutan gugatan itu justru menimbulkan lebih banyak tanda tanya dibanding menyelesaikan persoalan.
Sejumlah pakar hukum menilai ketidakhadiran kuasa hukum Jokowi dalam persidangan bisa menjadi preseden buruk bagi wibawa hukum di Indonesia.
Komisi Yudisial (KY) dan kalangan akademisi hukum mendorong agar kasus semacam itu ditangani dengan transparan demi menjaga kepercayaan publik.
Editor : Purnawarman