Anutin “Raja Ganja” Thailand: Kandidat Terkuat PM di Tengah Gejolak Politik

THAILAND, iNewsLombok.id - Parlemen Thailand akan menggelar pemungutan suara pada Jumat (5/9/2025) untuk memilih perdana menteri (PM) baru di tengah krisis politik berkepanjangan.
Usai pemilihan, sejumlah partai besar berkomitmen segera membubarkan Parlemen dan mengadakan pemilihan umum sebagai langkah penyelesaian konflik politik.
Hanya lima kandidat dari pemilu 2023 yang memenuhi syarat konstitusional. Di antara mereka, Anutin Charnvirakul, pemimpin Partai Bhumjaithai, diprediksi menjadi kandidat terkuat.
Financial Times menjulukinya sebagai “raja ganja” karena perannya dalam mendorong legalisasi ganja medis di Thailand.
Anutin mendapatkan dukungan signifikan, termasuk dari Partai Rakyat, dengan syarat ia menandatangani perjanjian politik yang telah disepakati.
Mahkamah Konstitusi sebelumnya memberhentikan Paetongtarn Shinawatra dari Partai Pheu Thai karena melanggar etika setelah melakukan komunikasi dengan Presiden Senat Kamboja, Hun Sen, terkait sengketa wilayah.
Konflik perbatasan tersebut bahkan sempat berubah menjadi bentrokan bersenjata mematikan selama lima hari pada Juli lalu.
Anutin menegaskan dukungannya cukup kuat untuk melampaui ambang batas mayoritas.
“Kami sudah mengamankan 146 suara dari partai kami sendiri dan mitra koalisi. Ditambah dukungan Partai Rakyat dengan 143 suara, angka tersebut jauh melebihi 247 suara yang dibutuhkan dari 492 anggota DPR,” ujar Anutin.
Sementara itu, Partai Pheu Thai masih menyiapkan Chaikasem Nitisiri, mantan Jaksa Agung dan Menteri Kehakiman, sebagai kandidat alternatif. Chaikasem menyatakan bahwa jika terpilih, ia akan langsung membubarkan Parlemen setelah pidato pelantikannya.
“Jika saya mendapat mandat, Parlemen akan segera dibubarkan. Rakyat berhak memilih kembali pemimpinnya,” tegas Chaikasem.
Anutin (58) sebelumnya pernah menjabat di kabinet pemerintahan koalisi Pheu Thai tahun 2023 hingga Juli, serta di pemerintahan militer di bawah mantan PM Prayuth Chan-ocha. Namanya semakin dikenal saat menjabat Menteri Kesehatan selama pandemi Covid-19, meski sempat menuai kritik karena terlambat mengamankan pasokan vaksin.
Partai Bhumjaithai berjanji akan membubarkan Parlemen dalam waktu empat bulan setelah Anutin terpilih, sebagai bagian dari kesepakatan politik dengan Partai Rakyat.
Partai Rakyat menegaskan tetap berada di jalur oposisi meski mendukung Anutin. Mereka meminta pemerintahan baru berkomitmen menggelar referendum untuk menyusun konstitusi baru melalui majelis konstituante yang dipilih langsung oleh rakyat.
Partai tersebut sebelumnya dikenal sebagai Move Forward Party, pemenang pemilu 2023 dengan kursi terbanyak. Namun, upaya mereka memimpin gagal karena ditolak Senat yang saat itu masih memiliki hak suara dan mayoritas mendukung kelompok konservatif.
Sejak 2023, Thailand menghadapi pergantian perdana menteri secara cepat. Srettha Thavisin hanya menjabat setahun sebelum diberhentikan Mahkamah Konstitusi. Penerusnya, Paetongtarn Shinawatra, juga hanya bertahan setahun sebelum dipaksa mundur.
Pakar politik Thailand menilai krisis ini memperlihatkan rapuhnya sistem demokrasi yang masih terikat kepentingan militer dan konservatif.
Situasi ini dikhawatirkan berdampak pada stabilitas ekonomi, termasuk sektor pariwisata dan investasi asing yang selama ini menjadi tulang punggung negara.
Investor asing menunggu kepastian politik Thailand karena ketidakstabilan dapat memengaruhi iklim bisnis.
ASEAN memantau situasi karena konflik perbatasan Thailand–Kamboja berpotensi mengganggu stabilitas regional.
Pemilih muda Thailand, yang sebelumnya mendukung partai progresif, diprediksi akan menjadi penentu arah politik jika pemilu baru benar-benar digelar.
Editor : Purnawarman