Rinjani Terancam: Akademisi Desak Daerah Ambil Alih Pengelolaan Wisata

LOMBOK, iNewsLombok.id – Regulasi pariwisata yang dianggap merugikan daerah kembali menuai kritik. Para tokoh masyarakat, akademisi, hingga budayawan menilai bahwa pemerintah daerah harus berani mengambil sikap agar tidak hanya menanggung kerugian ekologis, tetapi juga diberi kewenangan penuh untuk melestarikan wilayahnya.
Isu ini mengemuka dalam acara Ngaji Budaya bertema “Monokrom Pengembangan Pariwisata dan Keterancaman Ekologis” yang digelar Yayasan Swadaya Masyarakat (YSM) pada Selasa (20/8/2025).
Rektor Universitas Gunung Rinjani (UGR), Dr. Basri Mulyani, menyoroti ketidakjelasan arah pembangunan pariwisata di Nusa Tenggara Barat (NTB). Ia menegaskan bahwa Lombok, sebagai locus utama Gunung Rinjani, justru tidak memiliki kedaulatan penuh terhadap pengelolaannya.
“Bahkan Rinjani dibuka seluas-luasnya oleh TNGR sebagai kawasan pariwisata yang jorok urusan sampah tak mampu, apalagi keselamatan pendaki,” tegasnya.
Basri juga menyinggung kenangan para peserta diskusi tentang kondisi Rinjani di era 1990–2000. Kala itu, hutan masih lebat, pohon-pohon terjaga, dan sumber mata air melimpah. Namun kini, banyak pohon hilang dan mata air ikut lenyap karena eksploitasi pendakian yang berorientasi pada pemasukan PNBP.
Kritik semakin tajam ketika Basri menyinggung soal video viral pendaki berbikini di Rinjani yang tak mampu ditangani oleh Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).
“Pendaki berbikini saja oleh TNGR gak mampu dia urus. Saya curiga TNGR ini gak punya SOP pendakian dan etika pendakian. Spirit mereka hanya menikmati pendapatan negara, tapi tidak bertindak sebagai penjaga alam,” ujarnya.
Menurutnya, tindakan TNGR cenderung reaktif setiap kali muncul masalah, tanpa adanya regulasi jelas dalam menjaga etika pendakian dan kelestarian ekosistem.
Hal senada disampaikan Majelis Adat Sasak (MAS) melalui Lalu Prima. Ia menegaskan akan mendorong petisi publik untuk melindungi Rinjani dari kerusakan budaya dan ekologis.
“Pemerintah pusat harus serius jaga Rinjani sebagai ibu dari Lombok dan jangan rusak dia dengan kepentingan oligarki,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua YSM sekaligus tuan rumah acara, Dr. H.M. Ali BD, menyatakan sikap kerasnya.
“Kalau bupati dan gubernurnya tidak tolol menjaga budaya dan alam Rinjani, maka mereka tidak akan tolol. Saya berani melawan presiden dan pemerintah pusat demi kepentingan masyarakat Sasak jangka panjang,” pungkasnya.
Gunung Rinjani merupakan salah satu destinasi wisata internasional di NTB, dengan jumlah pendaki mencapai lebih dari 120 ribu orang per tahun sebelum pandemi.
Tingginya kunjungan wisatawan kerap berbanding lurus dengan masalah sampah, kerusakan jalur pendakian, dan berkurangnya debit mata air.
Hingga kini, kewenangan pengelolaan Rinjani masih berada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Balai TNGR, sementara pemerintah daerah hanya berperan pendukung.
Beberapa pemerhati lingkungan mendorong agar kolaborasi pengelolaan berbasis masyarakat lokal diperkuat, demi mencegah eksploitasi berlebihan.
Editor : Purnawarman