Pengamat Kritik Masuknya Timses Jadi Calon Komisaris Bank NTB Syariah: Batalkan Saja Meritokrasi

LOMBOK, iNewsLombok.id – Masuknya nama Lalu Anis Mujahid Akbar, eks Ketua Timses Iqbal-Dinda sekaligus anggota Tim Transisi Pemerintahan NTB, ke dalam daftar 10 besar calon komisaris Bank NTB Syariah menuai sorotan tajam dari kalangan akademisi dan pengamat politik.
Dosen Ilmu Politik Universitas 45 dan pengamat dari Universitas Bima MFA, Doktor Alfisahrin meminta Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal untuk meninjau kembali komitmen meritokrasi yang selama ini digaungkan dalam tata kelola pemerintahan.
“Saya malah ingin dorong Pak Gubernur NTB untuk meninjau kembali komitmen dan keinginan menerapkan meritokrasi jika tidak sanggup mengatur dan mengelola serius kepentingan timses,” tegas Alfi, Sabtu (25/5/2025).
Menurut Alfi, perlu dilakukan analisis menyeluruh dan mendalam terhadap masuknya Lalu Anis ke dalam lingkaran inti kekuasaan.
Ia menyoroti potensi konflik kepentingan dan patronase politik yang sulit dihindari apabila mantan tim sukses diberi posisi strategis dalam BUMD seperti Bank NTB Syariah.
“Jika mantan timses masuk dalam lingkaran inti kekuasaan maka, seseorang akan sulit terhindar dari adanya konflik of interest. Masalahnya ada relasi kuasa dan patronase politik sebagai mantan timses,” jelasnya.
Alfi tidak membantah kompetensi teknis Lalu Anis dalam bidang perbankan, namun menilai bahwa latar belakang politik tetap menjadi faktor risiko terhadap prinsip profesionalitas dan imparsialitas.
“Sehingga meskipun Lalu Anis Mujahid memiliki kompetensi, pengalaman dan skill di bidang perbankan, relasi politik yang dibentuk atas kepentingan pragmatis saat menjadi timses tidak langsung otomatis hilang,” tambahnya.
Alfi menyatakan, jika pemerintah daerah tidak konsisten dalam menerapkan prinsip meritokrasi, maka lebih baik kebijakan itu dibatalkan. Sebab, meritokrasi menuntut seleksi berdasarkan kapabilitas, bukan kedekatan personal.
“Jika beliau tidak mau ada titip-menitip timses di dinas, OPD, dan BUMD, kebijakan meritokrasi bisa dibatalkan,” tandasnya.
Namun demikian, Alfi juga mengakui bahwa tim sukses memiliki peran penting dalam kemenangan politik. Oleh karena itu, pendekatan pemberdayaan di luar sistem pemerintahan formal bisa menjadi solusi terbaik.
“Timses juga patut diperhatikan karena saham politiknya besar bagi kemenangan Ikbal-Dinda. Mereka juga harus diurus dengan model dan konsep pemberdayaan. Timses harus berada di luar sistem,” jelas Alfi.
Alfi memperingatkan bahwa akomodasi kepentingan politik dalam rekrutmen jabatan publik dan keuangan bisa kembali menghidupkan pola patrimonialisme sebagaimana yang pernah terjadi di masa pemerintahan sebelumnya.
“Akomodasi kepentingan politik dengan menginsersi timses dalam birokrasi dan jabatan strategis di perbankan akan memicu risiko patrimonialistik. Ini terjadi di era kekuasaan sebelumnya, Bank NTB Syariah jadi bancakan pejabat,” jelasnya.
Ia menambahkan, praktik tersebut berdampak pada memburuknya tata kelola bank, termasuk maraknya kredit macet dan penyalahgunaan dana yang tidak sesuai dengan ketentuan regulasi perbankan.
Dalam berbagai diskusi publik terbaru, sejumlah pakar merekomendasikan agar pemerintah NTB:
Membentuk Dewan Pemberdayaan Timses di luar sistem birokrasi.
Meningkatkan transparansi rekrutmen BUMD melalui publikasi skor dan kriteria seleksi.
Menegakkan larangan konflik kepentingan melalui pakta integritas bagi semua kandidat jabatan publik.
Pendekatan ini dianggap mampu menjaga keseimbangan antara menghormati kontribusi politik dan menjaga integritas birokrasi berbasis meritokrasi.
Editor : Purnawarman