Herik Kurniawan, S.Sos, M.Ikom Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang
BAHKAN jauh sebelum masa kampanye Pemilu 2024 tiba, senyum indah itu sudah tersungging sempurna di wajah-wajah para calon legislator di berbagai poster, baliho, media massa pers mainstream, hingga berbagai platform media soaial.
Senyuman serupa juga dikembangkan para capres-cawapres serta mereka yang pernah disebut-sebut akan berlaga di pesta demokrasi nanti, walau kemudian kandas di tengah jalan.
Lalu mengapa senyum? Saat tersenyum, seseorang muncul dalam penampilan fisik terbaiknya. Di hadapan publik yang sekaligus juga sebagai calon pemilih, kesempurnaan ini adalah mutlak.
Tujuannya agar mudah dikenal sebagai sosok baik. Setelah dikenal, harapan berikutnya membuat publik menyukai.
Lalu apa target utama dari senyum ini? Mendapat banyak pemilih di hari pencoblosan.
Kendati hanya hadir lewat foto saja, mereka yang ikut berkontestasi di pemilu itu sedang berusaha membangun relasi dengan publik.
Tujuannya untuk menyentuh hati publik dan menggugah emosinya. Bila relasi sudah terbentuk, peluang dipilih menjadi sangat tinggi.
Senyum saja memang tidak cukup, ada konteks jelas yang harus disampaikan kepada publik dalam foto tersebut.
Maka jadilah, di samping poto penuh senyuman itu, nomor urut yang harus dicoblos dan jargon andalan yang ditulis.
Sebagai sebuah proses komunikasi, hal ini adalah sebuah strategi agar pesan kontestan yang disampaikan melalui media kepada publik sebagai komunikan, memberi efek dipilih sesuai harapan kontestan.
Senyum dipilih karena dalam senyuman terpancar pesan ‘good personality’ dari pemilik senyuman.
Saat tersenyum, yang terpancar dalam keindahan senyuman itu adalah optimisme, kehangatan, empati, niat baik.
Sebagai alat untuk membangun citra diri atau personal branding, senyum adalah upaya untuk membentuk persepsi positif pada publik.
Citra diri dalam konteks komunikasi tidak bisa datang begitu saja. Perlu dibangun dan memakan waktu yang lamanya bergantung pada bagaimana effort yang dikerjakan untuk hal tersebut.
Seseorang atau sebuah brand, dalam hal ini kontestan pemilu, harus memahami kekuatan atau kelebihan diri yang bisa disampaikan sebagai sebuah pesan utama.
Pesan harus sederhana namun mengena. Terlalu banyak pesan malah tidak efektif karena berpotensi bias.
Biarkan publik lebih fokus pada apa yang terbaik dari diri ‘brand’, agar mereka lebih mudah mempersepsi ‘brand’. Ada ungkapan, 'Senyum adalah perhiasan batin yang dapat membantu mengindahkan perhiasan lahir yang tidak sempurna'.
Maka senyum sekali lagi mampu menyempurnakan penampilan seseorang. Bukan sulap, karena senyum memunculkan efek psikologis luar biasa.
Dengan senyuman yang didorong hati bersih untuk menggembirakan orang, akan direspons dengan senyuman serupa dan kegembiraan pula. Begitu juga sebaliknya, sebagai sebuah ungkapan hati, senyum sinis akan direspons dengan kesedihan dan kekecewaan.
Maka, senyum yang tersebar di jutaan poster dan baliho lalu menyebar di berbagai platform media harus diambil saat suasana hati pemilik senyum dalam kondisi terbaik. Bila senyumannya masih kurang bisa membangun relasi, tim grafis yang akan menyempurnakan.
Kampanye baru dimulai, semua caleg, capres-cawapres akan terus menebar senyum terbaik mereka.
Foto dengan senyum indah di berbagai media itu menjadi langkah awal untuk memberikan kesan pertama yang baik kepada publik.
Kesan pertama begitu strategis, bila gagal merebut hati maka langkah berikutnya akan semakin berat.
Editor : Purnawarman