HBK Sebut Alih Fungsi Lahan di Kota Mataram Tertinggi Mencapai 638,10 Hektar Per Tahun

“Sekarang saatnya kita untuk bergandengan tangan, agar pilot-pilot project Food Estate tersebut bisa diperluas di banyak daerah di NTB ini,” kata HBK.
Komitmen HBK tentang pentingnya menggalakkan program Food Estate ini, sejalan dengan pandangan Prof. Edi Santosa, Guru Besar Pertanian, alumnus University of Tokyo yang menegaskan, bahwa tingginya lahan pertanian di Indonesia yang berubah peruntukannya menjadi lahan non pertanian seperti infrastruktur jalan, pabrik, dan rumah tinggal, akan berpotensi menimbulkan krisis ketersediaan pangan di dalam negeri.
Namun, dengan kehadiran program Food Estate dari pemerintah, kekhawatiran akan krisis pangan tersebut diharapkan tak akan pernah terjadi.
“Dengan adanya Food Estate ini, hingga (tahun) 2045 nanti, lahan (pertanian) yang bertambah bisa mencapai satu juta Ha” ujarnya.
Ditegaskan, Food Estate adalah cara khas dan inovasi baru pencapaian kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan bagi seluruh masyarakat di Indonesia. Agar Food Estate bisa berjalan sesuai rencana, maka kata Prof Edi, dibutuhkan konsistensi, teknologi, infrastruktur, mentalitas, dan sumber daya manusia yang memadai.
“Anak-anak muda dari daerah (tempat Food Estate diterapkan), bisa menjadi pioneer-pioneer untuk masa depan. Kita bisa membuat sekolah khusus, mungkin hanya enam bulan saja, untuk diajari soal Food Estate ini," katanya.
Di sisi lain, HBK berharap, program Food Estate akan tetap berjalan sesuai program yang sudah dicanangkan, terlepas dari apapun hasil Pemilu tahun 2024 nanti.
"Sebaiknya waktu berkompetisi dibatasi enam atau delapan bulan saja, setelahnya, semua pemangku kepentingan harus mampu bahu membahu, bekerjasama untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, yang salah satunya melalui program Food Estate ini," tutup HBK.
Editor : Purnawarman