“Data selanjutnya adalah data desa-desa yang sudah dicanangkan pelaksanaan kegiatan di tahun 2025–2026,” ujarnya.
Dengan penyusunan data desa yang terstruktur, berbagai organisasi seperti PKK, BKOW, serta komunitas masyarakat dapat mengambil peran melalui desa binaan masing-masing.
“Sehingga orang-orang berlomba-lomba untuk membantu program tersebut,” tambahnya.
Pernikahan Dini Menjadi Sorotan Utama
Wagub juga menyoroti faktor pernikahan usia dini, yang menurutnya menjadi salah satu akar masalah stunting di NTB.
“Kita perhatikan ibu yang menikah muda akan melahirkan anak-anak yang dalam kondisi kurang, karena kurangnya pengetahuan dan ilmu,” pungkasnya.
Ia mendorong agar edukasi kesehatan reproduksi, gizi, dan perencanaan keluarga diperkuat di sekolah, madrasah, dan pondok pesantren agar remaja memahami risiko menikah di usia terlalu muda.
Rapat Dihadiri Pejabat Lintas Sektor
Rakor ini turut dihadiri Kepala Bappeda NTB Iswandi, Kadis Kesehatan dr. Lalu Hamzi Fikri, Kadis P2KBP3A Surya Bahari, Kadis Sosial Nunung Triningsih, Direktur RS Mandalika dr. Oxy Tjahjo Wahjuni, dan Ketua Satgas MBG NTB Ahsanul Khalik.
Angka prevalensi stunting NTB pada 2024 berada di kisaran 15–17%, dengan dua kabupaten masih di atas rata-rata provinsi.
Pemerintah NTB menargetkan penurunan stunting hingga 10% pada 2026 melalui penguatan intervensi gizi spesifik dan sensitif.
Program Desa Berdaya NTB sebelumnya fokus pada ekonomi dan pendidikan, namun mulai 2025 diarahkan untuk mendukung ketahanan pangan keluarga sebagai upaya pencegahan stunting.
Kolaborasi CSR di NTB telah mencakup bantuan pangan bergizi, posyandu modern, serta pelatihan kader kesehatan desa.
KNPI NTB, organisasi kepemudaan lokal, turut dilibatkan dalam kampanye anti pernikahan dini di lebih dari 30 sekolah.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait
