Edo Segara Gustanto
Akademisi dan Peneliti Pusat Kajian dan Analisis Ekonomi Nusantara
HARI ini saya mengikuti seminar perpajakan di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rabu (21/5/2025). Seminar ini tentu menarik karena mengulas isu-isu pajak terbaru yang diimplementasikan di Negara kita. Seminar Perpajakan ini mengulas PPh 21 TER dan Coretax.
Karena memiliki latar belakang ekonomi Islam dan hukum ekonomi syariah, saya lebih tertarik mengulas dan menanyakan bagaimana zakat bisa didorong sebagai pengganti pajak. Di Malaysia, hal seperti ini sudah dilakukan. Bagaimana zakat bisa menggantikan pajak atau di Malaysia disebut Tax Rebate.
Hal ini juga pernah ditanyakan oleh teman saya yang seorang pengusaha. Bahkan secara ekstreem dia bertanya, "apakah bisa pajak saya dialihkan saja ke zakat?." Lalu saya jawab tidak bisa, di Indonesia zakat hanya bisa mengurangi PPn.
Apakah mungkin hal yang dilakukan di Malaysia bisa diterapkan di Indonesia? Tulisan ini mencoba menjawab kemungkinan-kemungkinan tersebut.
Penerapan Tax Rebate di Malaysia
Untuk bisa mengetahui gambaran bagaimana zakat bisa menggantikan pajak di Malaysia, ada baiknya kita mengulas bagaimana tax rebate bisa diterapkan di sana.
Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan 1967 (Income Tax Act 1967) Malaysia, pembayaran zakat yang dilakukan oleh individu Muslim dapat diklaim sebagai tax rebate hingga 100% dari jumlah pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama.
Artinya, jika jumlah zakat yang dibayarkan sama atau lebih besar dari pajak yang terutang, maka wajib pajak tidak perlu membayar pajak tambahan.
Berdasarkan data sekunder yang saya himpun, mengenai tax rebate ini. Zakat dapat diklaim sebagai tax rebate, akan tetapi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:
Pertama, pembayaran kepada Lembaga Resmi. Zakat harus dibayarkan kepada lembaga pengelola zakat resmi yang diakui oleh pemerintah, seperti Lembaga Zakat Selangor atau Pusat Pungutan Zakat MAIWP.
Kedua, bukti Pembayaran. Wajib pajak harus memiliki bukti pembayaran resmi atas zakat yang dibayarkan.
Ketiga, waktu Pembayaran. Zakat harus dibayarkan dalam tahun pajak yang sama dengan tahun klaim.
Keempat, batas Maksimal. Jumlah tax rebate tidak boleh melebihi jumlah pajak yang terutang. Jika zakat yang dibayarkan melebihi pajak terutang, kelebihannya tidak dapat diklaim atau dibawa ke tahun berikutnya.
Studi dan Usulan Akademik Pernah Dilakukan
Sebagai perbandingan, di Indonesia, pembayaran zakat dapat mengurangi penghasilan kena pajak, bukan langsung mengurangi jumlah pajak yang terutang. Ini berarti zakat berfungsi sebagai tax relief di Indonesia, berbeda dengan mekanisme tax rebate di Malaysia.
Apakah mungkin ini diterapkan di Indonesia, tentu jawabannya sangat mungkin jika melihat apa yang sudah dilakukan di Malaysia. Secara akademik, usulan ini pernah diusulkan oleh akademisi dan mantan pejabat di Indonesia.
Kajian akademik dan beberapa tokoh sudah mengusulkan agar zakat dapat menjadi tax credit atau rebate, misalnya: M. Chatib Basri dan Ahmad Juwaini di tahun 2004, menyarankan perlakuan zakat sebagai pengurang pajak (tax credit).
Kemudian penelitian Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan sejumlah akademisi mengusulkan dual system: zakat untuk Muslim sebagai pengganti sebagian pajak, terutama untuk yang membayar zakat profesi.
Kemungkinan dan Tantangan Penerapan di Indonesia
Beberapa alasan pendukung penerapan ini di antaranya adalah:
(1). Keadilan fiskal bagi Muslim. Membayar zakat adalah kewajiban agama, dan jika juga membayar pajak penuh, bisa dianggap beban ganda, (2). Peningkatan kepatuhan zakat. Jika zakat memberikan manfaat pajak langsung, orang akan lebih tertarik membayar zakat lewat lembaga resmi, (3). Penerimaan negara tetap stabil. Karena tax rebate dibatasi hanya sebesar pajak terutang (bukan menjadi cash refund).
Selain beberapa kemungkinan, ada juga beberapa tantangan untuk penerapannya:
(1). Konstitusionalitas. Pajak bersifat umum untuk semua warga, sedangkan zakat hanya untuk Muslim. Harus ada justifikasi kuat agar tidak melanggar asas keadilan pajak, (2). Implikasi fiskal. Potensi berkurangnya penerimaan negara perlu dihitung dengan cermat, (3). Administrasi dan akuntabilitas. Harus ada sistem yang kuat dan integrasi data antara Ditjen Pajak dan lembaga zakat.
Pengalaman Malaysia menunjukkan bahwa pendekatan seperti ini tidak hanya mungkin dilakukan, tetapi juga memberikan dampak positif terhadap kepatuhan umat Islam dalam membayar zakat secara resmi.
Beberapa kajian akademik di Indonesia bahkan sudah mengusulkan hal serupa, meskipun implementasinya masih menghadapi tantangan regulasi, konstitusionalitas, serta kesiapan sistem administrasi.
Meski demikian, peluang untuk menerapkan mekanisme tax credit atau rebate zakat tetap terbuka, terutama jika ada kemauan politik, dukungan akademik, serta sinergi antara pemerintah dan lembaga zakat.
Jika dirancang dan diterapkan dengan hati-hati, kebijakan ini bisa menjadi langkah strategis untuk mendorong keadilan fiskal, meningkatkan kepatuhan zakat, dan memperkuat sistem ekonomi yang lebih berkeadilan dan berbasis nilai-nilai syariah.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait