LOMBOK, iNewsLombok.id - Juru Bicara Iqbal-Dinda Dr. Ahmad Munjizun (Dr. Jizun) angkat bicara dikatakan berkacamatan muda oleh Tim Zul-Uhel, Okza Hendriadi, karena mengkritik soal kutipan data calon gubernur NTB nomor urut 2 Dr. Zulkieflimansyah data salah tentang pengangguran lulusan SMK di NTB saat debat perdana pilgub NTB 2024, 23 Oktober 2024 lalu . Pasalnya, Okza mengasosiasikan cara pandang Dr. Jizun yang menurutnya layaknya pandangan memakai kaca mata kuda dengan bidang keilmuan dan gelar Dr. Jizun, yakni Equine Science (Sains Kuda).
“Ini bisa dimaklumi karena beliau (Dr. Ahmad Munjizun) adalah Doktor lulusan Equine Science (Sains Kuda),” ungkap Okza dimedia lokal..
Dr. Jizun, yang juga juru bicara paslon Iqbal-Dinda ini menilai ada kesalahan cara/proses berpikir dari Okza sehingga menuturkan statement tersebut.
“Pertama-tama, saya adalah orang yang sangat terbuka dengan setiap sumber pengetahuan ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. Kedua, ungkapan Okza itu menunjukkan adanya error (kesalahan) dalam cara berpikir. Inilah yang kita sebut dengan logical fallacy (kesalahan logika), alias kegagalan dalam proses penalaran atau kesesatan dalam logika berfikir,”tegasnya, Minggu (3/11/2024).
Doktor muda jebolan North Carolina State University, Amerika Serikat itu menegaskan bahwa kemampuan logika adalah hal yang utama sebelum membahas hal-hal ilmiah yang lebih kompleks.
“Memang kita juga harus maklumi bahwa sebagian orang masih mengalami kesulitan dalam mengambil kesimpulan dari premis-premis yang sangat sederhana. Kalau kita melihat ini, tentunya tanpa kaca mata kuda, ada macam-macam penyebabnya, bisa jadi karena IQ seseorang terlalu rendah, sedang mabuk, atau gangguan-gangguan kognitif lainnya. Mestinya ya, saudara Okza itu orang pintar, apalagi kan sudah punya gelar S2 itu,” terangnya.
Juru bicara muda Iqbal-Dinda itu juga menganggap bahwa ad hominem (melawan seseorang), logical fallacy (kesalahan logika) yang menyerang personal seharusnya dijauhi karena dianggap menyalahi adab atau kesantunan dan memperkeruh keadaan. Ia juga menegaskan bahwa tak ada adab, maka tak ada ilmu, seperti yang dijelaskan oleh Hasan Al-Basri, seorang teolog dan ilmuan abad ke 7.
“Anthony Weston, seorang filsuf Amerika dalam bukunya ‘A Rulebook for Arguments’ poin 49, mengatakan ‘paling tidak, jadilah orang yang beradab; jangan menyerang personal.’ Ed hominem, bahasa Latin yang berarti ‘kepada orang tersebut’. Tapi begini, saya rasa saudara Okza tidak mesti membaca buku Anthony Weston terlebih dahulu untuk dapat menghargai khazanah keilmuan yang saya tuntut bertahun-tahun ke dua ujung dunia itu (Australia dan Amerika). Lebih-lebih, beliau punya identitas sebagai pemerhati pendidikan. Sungguh memprihatinkan pernyataan itu dilontarkan oleh beliau,” lanjut pemuda yang menamai dirinya Anak Gembala itu.
Pernyataan Okza mengundang komentar yang panjang dari Dr. Jizun. Pasalnya, ia merasa bahwa pernyataan itu merupakan satu bentuk penghinaan atau ‘insult’.
“Memang kebetulan istilah yang diasosiasikan dengan orang yang dianggap punya sudut pandang sempit adalah ‘kaca mata kuda’. Akan tetapi, itu tidak ada hubungan kausatif sama sekali dengan sains kuda yang saya pelajari. Memang maksud Okza mengaitkan dua premis ini tidak lain untuk melakukan ‘attack’ atau ‘insult’ pada diri saya dan keilmuan saya, dengan tujuan supaya argumentasi saya terkesan lemah. Namun saya sendiri tidak ingin membalas dengan melakukan hal yang sama walaupun Okza sendiri bisa jadi sasaran yang empuk untuk melakukan ed hominem. Karena sekali lagi, hal itu tidak sehat karena bisa berpotensi membuat perdebatan dan argumentasi yang tidak produktif,” Ungkap Dr. Jizun.
Pemuda yang pernah viral di jagat maya itu juga menyatakan bahwa dirinya mengenal sosok Okza.
“Kalau benar sesuai dengan fotonya, saya sebetulnya sedikit mengenal saudara Okza ini. Beliau adalah akademisi yang nama lengkapnya adalah Okza Hendrian Wijaya, bukan Okza Hendriadi seperti di berita-berita yang tersebar. Saya sendiri tidak tahu apa motif kenapa nama lengkapnya harus disamarkan”, ungkapnya.
Tracer Study Kemendikbud
Juru bicara muda Paslon 03 Iqbal-Dinda, Dr. Jizun mengatakan bahwa data persentase pengangguran lulusan SMK (2.3%) yang disebut Okza tersebut mungkin dimaksudkan merujuk pada hasil Tracer Study yang dilaksanakan oleh Kemendikbud. Namun akankah angka hasil tracer study itu bisa dijadikan acuan yang ilmiah?
Ungkapnya, tidak ada masalah dengan penggunaan data dari berbagai sumber, hanyasanya, tidak setiap angka/persentase itu menjelaskan populasi. Sebagai contoh, Tracer Study oleh Kemdikbud itu sejatinya ditujukan sebagai satu sensus, sehingga semua individu harus mengisi data mereka. Sementara, sesuai paparan laporan hasil tracing pada 20 Juli 2023, rate responden masih berkisar pada angka 47.99%, atau masih di bawah setengah dari total populasi.
Sementara, menurut pria kelahiran Lombok Tengah itu, data semacam ini tidak bisa dikategorikan sebagai survey karena tidak memenuhi kriteria random sampling. Hasilnya bisa bias karena link isian masih terbuka untuk seluruh individu dalam satu populasi. Selain itu, itu juga memungkinkan adanya mobilisasi responden tertentu untuk mengisi survey.
“Itulah kenapa pendekatan tracing seperti ini sering disebut sebagai pseudo ilmiah, layaknya polling, dan belum bisa dijadikan sebagai rujukan untuk membuat kebijakan. Itulah kemungkinan alasan kenapa data hasil tracing tersebut tidak/belum diintegrasikan menjadi data pada Badan Pusat Statistik,” Jelas Juru bicara 03 itu.
Ia menambahkan bahwa data itu bukannya tidak berguna. Hanya saja belum lengkap (incomplete). Menurutnya, walaupun belum bisa dijadikan sebagai acuan secara statistik, tracing itu juga bisa bermanfaat untuk menunjang database alumni masing-masing sekolah.
Mengenai data pengangguran alumni SMK dari BPS yang oleh Okza disebut tidak representatif karena karena memasukkan data alumni-alumni SMK sebelum Dr. Zul menjabat, Dr. Jizun juga angkat bicara.
“Tingkat pengangguran terbuka (TPT) lulusan SMK dari Agustus 2021 – Agustus 2023 adalah 7,79%, 6,99% dan 8.24%. Ini berarti bahwa ada penambahan persentase TPT dalam tiga tahun tersebut. Jika kita asumsikan bahwa jumlah TPT dari lulusan sebelum Dr. Zul menjabat itu konstan dalam 3 tahun itu, lonjakan persentase TPT itu hanya akan naik jika persentase lulusan yang menganggur pada tahun yang bersangkutan lebih besar daripada tahun sebelumnya,” jelas Dr. Jizun.
Alumni University of Queensland, Australia itu menegaskan, “Pada akhirnya, data-data itu adalah mengabarkan kita semua bahwa kita masih perlu banyak berbenah. Einstein mengatakan bahwa ‘Ego = 1/knowledge’, ego berbanding terbalik dengan ilmu. Semakin tinggi ego, semakin sedikit ilmu, dan sebaliknya,”ungkapnya.
Editor : Purnawarman