Karena itu, tidak ada alasan untuk tidak bisa mewujudkan alokasi pembiayaan untuk membantu pemulangan jenazah warga NTB yang meninggal di rumah sakit di Mataram ke kampung halaman mereka.
“Kalau ini tidak mampu diwujudkan. Sama saja artinya, kebijakan Pemprov NTB ini hanya mampu melihat semut di seberang pantai, tapi gajah di pelukuk mata tidak terlihat,” tandasnya memberi tamsil.
Rachmat pun menegaskan, sudah pasti, bahwa setiap yang bernyawa akan meninggal. Tapi tidak ada yang tahu, akan meninggal seperti apa.
Oleh karena itu, menjadi tugas kita yang masih hidup, termasuk juga tugas pemerintah daerah, untuk memperlakukan mereka yang meninggal dengan layak. Perlakuan yang layak tersebut, juga harus mewujud dalam kehadiran nyata pemerintah dengan tidak membebani pembiayaan untuk pemulangan jenazah yang akan dimakamkan di kampung halaman mereka.
“Sekali lagi, inilah wujud kemanusiaan yang adil dan beadab. Inilah wujud kita bergotong royong,” tandas politisi senior di NTB ini.
Rachmat mengetahui ternyata saat ini tidak ada bantuan dari daerah bagi proses pemulangan jenazah dari rumah sakit ke kampung mereka. Hal ini diketahui setelah sehari sebelumnya, RH mengurus langsung pemulangan jenazah Syahril Bulakea, Adik bungsu mantan Hakim Agung Sulaiman Bulakea yang sudah seperti keluarganya sendiri.
Syahril meninggal saat dirawat di RSUD Provinsi NTB, dan jenazahnya harus dipulangkan ke Dompu, tanah kelahirannya.
Rachmat mengungkapkan, dirinya bergegas ke RSUD Provinsi NTB selepas Ashar, begitu mendapat kabar Syahril telah berpulang. Seniman yang juga pendidik tersebut, kata Rachmat sudah seperti bapak angkat bagi dirinya.
Perjumpaannya dengan almarhum dan keluarga besarnya dimulai pada tahun 1971 di Surabaya. Semenjak itu, kedekatan tersebut terjalin begitu erat.
Setiap almarhum datang di Mataram, biasanya selalu menghubungi dan selanjutnya berjumpa. Begitu pula ketika almarhum sedang berada di Jakarta, dan Rachmat sedang di sana, mereka akan selalu bertemu untuk melepas rindu.
Karena itu, betapa terkejutnya RH mendapati kabar duka meninggalnya almarhum. Di tengah duka yang mendalam, sebelum menuju rumah sakit, Rachmat menghubungi Direktur RSUD Provinsi NTB dr HL Herman Mahaputra.
Kepada keluarga besar Bulakea, Rachmat memang telah berjanji akan mengurus pemulangan jenazah almarhum ke Dompu. Karena itu, dirinya ingin meminta bantuan Direktur RSUD Provinsi NTB agar seluruh yang diperlukan untuk proses pemulangan jenazah ke Dompu dipersiapkan.
Segala pembiayaan terkait hal tersebut akan ditanggung RH. Saat tiba di RSUD Provinsi NTB, dr Herman Mahaputra sudah menunggu kedatangan RH. Ambulans yang akan membawa almarhum pun sudah disiapkan.
Begitu pun proses penanganan jenazah sesuai syariat Islam juga sudah dilakukan. RH kemudian memimpin pelepasan jenazah tersebut dengan diiringi doa dari seluruh keluarga besar yang sudah berada di rumah sakit. Setelah jenazah diberangkatkan, saat Rachmat hendak menuntaskan seluruh pembiayaan, dr Herman Mahaputra memastikan seluruhnya telah diselesaikan.
Kepada Dokter Jack, begitu dr Herman Mahaputra karib disapa, Rachmat menanyakan, apakah rumah sakit memang memiliki anggaran untuk membantu biayai pemulangan jenazah? Oleh Dokter Jack, dijawab bahwa RSUD Provinsi NTB tidak memiliki anggaran dimaksud. Namun, untuk pemulangan jenazah Syahril Bulakea ke Dompu, seluruhnya ditanggung Dokter Jack, atas nama pribadi.
RH yang terkejut mendapat informasi tersebut, menyampaikan apresiasi kepada Dokter Jack. Penghormatan yang tinggi juga diberikan kepada mantan Direktur RSUD Kota Mataram tersebut, atas kepeduliannya, dan juga atas responsnya yang begitu cepat tanggap.
“Saya sungguh angkat topi untuk Dokter Jack. Saya beri hormat. Dokter Jack sudah langsung turun tangan dan memastikan tidak membebani siapa pun. Beliau sungguh pribadi yang luar biasa. Mewakili seluruh keluarga Bulakea, saya menyampaikan apresiasi dan terima kasih yang tinggi,” ucap RH.
Pengalaman langsung mengurus pemulangan jenazah itulah yang membuat Rachmat tersadar, betapa pentingnya kehadiran pemerintah daerah dalam membantu biaya pemulangan jenazah warganya yang meninggal di rumah sakit. Sebab, kata Rachmat, biaya pemulangan tersebut menyangkut dana yang tidak sedikit.
Apalagi jika pemulangannya dari Mataram ke daerah-daerah di Pulau Sumbawa mulai dari Sumbawa, Dompu, hingga Bima.
“Biaya pemulangan untuk ke kota-kota seperti Dompu dan Bima saja begitu tinggi. Bagaimana jika warga NTB tersebut tinggalnya di Doroncanga di kaki Tambora, atau di Sape, yang ada di ujung paling timur Kabupaten Bima. Pasti sangat besar,” kata RH
Sudah pasti kata Anggota Komisi VIII DPR RI ini, biaya tersebut akan sangat memberatkan bagi keluarga pasien yang meninggal. Padahal, di saat yang sama, mereka sedang ditimpa kemalangan. Wujud paling nyata kehadiran pemerintah kata Rachmat, adalah menyiapkan pembiayaan untuk membantu pemulangan jenazah tersebut.
Karena itulah, dirinya menginstruksikan langsung Anggota DPRD NTB dari PDI Perjuangan untuk menggunakan hak budgeting yang dimilikinya agar memperjuangkan anggaran tersebut di APBD NTB saat pembahasan anggaran di Komisi V.
“Anggaran ini harus dan wajib diperjuangkan. Ini semuanya untuk masyarakat. Jangan tambah lagi kemalangan mereka. Biarkan masyarakat menerima jenazah keluarganya di kampung halamannya tanpa harus memikirkan biaya-biaya ambulans,” kata RH
Ditegaskannya, mestinya, alokasi anggaran seperti inilah yang harus diperjuangkan mati-matian oleh para wakil rakyat. Alih-alih memperjuangkan anggaran yang orientasinya proyek fisik belaka.
“Ini demi kemanusiaan. Inilah wujud sesungguhnya keadilan sosial itu. Karena itu, Anggota Fraksi dari PDI Perjuangan harus memperjuangkan ini,” tandasnya.
Editor : Purnawarman