Rekonstruksi Kewenangan Pemerintah dalam Pengelolaan Hutan: Solusi Keadilan dan Keberlanjutan

Pengelolaan sumber daya hutan di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Buku "Hukum Pengelolaan Sumber Daya Hutan yang Berkeadilan, Relasi Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah" karya Dr. Basri Mulyani mengungkap ketimpangan dalam pembagian kewenangan yang cenderung sentralistik, sehingga mereduksi semangat desentralisasi dengan konsep hukum barunya Redesentralisasi Fungsional.
Dalam analisisnya, Dr. Basri Mulyani menyoroti bahwa hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan sumber daya hutan masih didominasi oleh pusat.
UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah serta UU Cipta Kerja 6/2023 semakin mempersempit ruang gerak pemerintah daerah dalam mengelola hutan.
Akibatnya, terjadi tumpang tindih regulasi dan lemahnya koordinasi antara instansi pemerintahan.
Perbedaan dalam penerapan asas otonomi dan tugas pembantuan semakin memperjelas ketidakharmonisan dalam tata kelola kehutanan.
Beberapa kewenangan daerah yang diambil alih oleh pusat antara lain:
Buku ini juga membandingkan tata kelola hutan Indonesia dengan dua negara lain, yaitu Brasil (Hutan Amazon) dan Republik Kongo.
Hutan Amazon dikelola dengan sistem desentralisasi yang kuat, di mana pemerintah daerah memiliki peran besar dalam pengawasan dan pengelolaan.
Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi di Indonesia, di mana dominasi pemerintah pusat justru berpotensi merugikan keberlanjutan ekosistem hutan.
Agar pengelolaan hutan lebih adil dan berkelanjutan, Dr. Basri Mulyani menawarkan beberapa konsep utama
Buku ini memberikan pandangan kritis terhadap sistem pengelolaan hutan di Indonesia yang masih cenderung sentralistik.
Dengan mengadopsi prinsip-prinsip desentralisasi yang lebih adil, diharapkan kebijakan kehutanan di Indonesia bisa lebih berpihak kepada masyarakat lokal serta berkelanjutan dalam jangka panjang.
Editor : Purnawarman