Oleh: Edo Segara Gustanto
Akademisi dan Peneliti Pusat Kajian dan Analisis Ekonomi Nusantara
Presiden terpilih Prabowo Subianto baru saja melakukan kunjungan ke lima negara Islam: Uni Emirat Arab (UEA), Turki, Mesir, Qatar, dan Yordania. Lawatan ini dilakukan di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang sedang tidak mudah—daya beli masyarakat menurun, investasi lesu, dan ketidakpastian global terus membayangi.
Maka, wajar jika publik menaruh harapan besar pada kunjungan ini sebagai angin segar bagi masa depan ekonomi nasional.
Namun, perjalanan ini tidak bisa dibaca hanya sebagai diplomasi basa-basi pasca pemilu. Ada pesan yang ingin ditegaskan: bahwa Indonesia, sebagai negara Muslim terbesar di dunia, punya posisi penting dan bisa mengambil peran lebih besar dalam percaturan global, khususnya di dunia Islam.
Dalam dunia yang kini semakin multipolar, memperkuat poros kerja sama dengan negara-negara Timur Tengah adalah langkah cerdas dan strategis.
Yang menarik, kunjungan ini tidak berhenti pada simbol dan gestur politik saja. Ia membawa potensi dampak ekonomi yang nyata: dari peluang investasi triliunan rupiah, pembukaan pasar ekspor baru, hingga kerja sama strategis di bidang energi, pertahanan, dan teknologi.
Jika dikelola dengan baik, lawatan ini bisa menjadi titik awal arah baru diplomasi ekonomi Indonesia di era Prabowo.
Investasi dan Komitmen Modal
Salah satu hasil konkret dari kunjungan ini adalah komitmen investasi yang disebut-sebut mencapai lebih dari Rp 200 triliun. UEA dan Qatar, dua negara dengan kekuatan finansial besar di kawasan Teluk, menyatakan ketertarikannya untuk berinvestasi di sektor strategis Indonesia seperti energi terbarukan, infrastruktur, dan pangan.
Di sisi lain, Turki menawarkan potensi kerja sama di bidang pertahanan dan teknologi militer.
Jika terealisasi secara konsisten, investasi ini dapat menambah pertumbuhan ekonomi nasional hingga satu persen. Angka ini tentu sangat berarti dalam situasi global yang tidak pasti, di mana banyak negara berkembang menghadapi stagnasi pertumbuhan akibat inflasi global, gejolak harga energi, dan disrupsi rantai pasok.
Namun, tantangannya adalah bagaimana Indonesia mampu memastikan iklim investasi yang stabil, ramah terhadap investor, serta bebas dari hambatan birokrasi dan regulasi yang kerap menjadi momok dalam realisasi investasi asing.
Diversifikasi Pasar Ekspor
Negara-negara di Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA) merupakan pasar potensial bagi produk ekspor Indonesia. Selama ini, ekspor Indonesia masih sangat bergantung pada negara-negara besar seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang.
Kunjungan Prabowo ke kawasan ini membuka peluang ekspor produk halal, pertanian, perikanan, dan produk UMKM ke pasar baru.
Di tengah meningkatnya tren konsumsi halal global, Indonesia memiliki keunggulan yang belum dimanfaatkan secara maksimal. UEA dan Qatar, misalnya, dapat menjadi hub ekspor produk halal Indonesia ke kawasan Teluk dan bahkan Eropa.
Mesir dan Yordania, dengan populasi besar dan lokasi strategis, juga bisa menjadi pintu masuk ke Afrika Utara.
Peluang ini harus diikuti dengan perbaikan kualitas produksi, penguatan logistik, serta promosi dagang yang lebih agresif agar produk Indonesia tidak hanya masuk, tetapi juga mampu bersaing secara berkelanjutan di pasar global.
Diplomasi Islam dan Kepercayaan Global
Dalam konteks politik luar negeri, kunjungan ini memperkuat posisi Indonesia sebagai kekuatan Muslim moderat. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang konsisten mendorong perdamaian dan keadilan global, termasuk dalam isu Palestina.
Dengan menjalin hubungan erat dengan negara-negara kunci di Timur Tengah, Indonesia tidak hanya membangun kemitraan ekonomi, tetapi juga menegaskan peran diplomatiknya sebagai jembatan antara dunia Islam dan komunitas internasional.
Ini penting untuk meningkatkan kepercayaan global terhadap stabilitas politik dan arah kebijakan luar negeri Indonesia.
Kerja Sama Teknologi dan SDM
Negara-negara yang dikunjungi Prabowo, terutama Turki dan UEA, memiliki kemajuan pesat di bidang teknologi, pertahanan, dan transformasi digital. Indonesia memiliki peluang untuk membangun kemitraan di bidang riset, pendidikan, dan pengembangan sumber daya manusia.
Kerja sama di sektor ini akan menjadi pondasi penting untuk menghadapi ekonomi masa depan yang berbasis inovasi dan digitalisasi.
Pemerintah perlu memastikan bahwa kunjungan ini ditindaklanjuti dalam bentuk MoU dan program kerja konkret yang berdampak langsung pada kapasitas SDM dalam negeri.
Kunjungan Prabowo ke negara-negara Islam merupakan sinyal awal dari arah diplomasi ekonomi Indonesia ke depan.
Dalam dunia yang semakin multipolar, penguatan hubungan dengan negara-negara Islam bukan hanya soal identitas, tetapi juga strategi geopolitik dan ekonomi yang cerdas.
Namun demikian, diplomasi yang baik hanya akan berdampak signifikan jika diikuti dengan kerja keras di dalam negeri: memperbaiki regulasi, membangun infrastruktur pendukung, dan menciptakan ekosistem ekonomi yang inklusif.
Hanya dengan cara itu, hasil-hasil dari diplomasi luar negeri bisa benar-benar dirasakan oleh rakyat Indonesia.
Editor : Purnawarman
Artikel Terkait